JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mencermati rencana Penawaran Umum Terbatas (PUT) untuk menerbitkan saham dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) PT Rimo Internasional Lestari Tbk (RIMO). Selain karena efek dilusinya besar, saham RIMO sampai saat ini masih dihentikan sementara atau disuspensi oleh BEI. Saham RIMO disuspensi sejak 16 April 2014. Saat disuspensi, harga saham RIMO berada di level Rp 190 per saham. Suspensi karena terjadi peningkatan harga saham yang tidak disertai kinerja keuangan yang memadai. "RIMO sudah lama disuspensi karena
going concern (kelangsungan usaha) perusahaan sudah tidak ada," ujar Samsul Hidayat, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, akhir pekan lalu.
Maklum, selama bertahun-tahun, RIMO terus membukukan kerugian. Tahun lalu, RIMO sempat beberapa kali mengajukan rencana rights issue kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengakuisisi perusahaan properti. Tapi, OJK belum memberi izin efektif. Belum lama ini, RIMO kembali mengajukan prospektus rights issue 28,39 juta saham biasa dengan nilai nominal Rp 250 per saham. Saham yang diterbitkan itu memiliki efek dilusi sangat besar, mencapai 98,81%. Harga saham ditetapkan di level Rp 250 per saham. Jadi, dari akrobat ini, RIMO berharap bisa mengantongi dana segar dari pasar sebesar Rp 7,52 triliun. Sebesar 77,45% atau Rp 5,8 triliun dana rights issue akan digunakan untuk mengakuisisi PT Hokindo Mediatama, yang dijual oleh PT Fajarindah Megah Perkasa. Sebesar Rp 1,6 triliun akan digunakan untuk penambahan penyertaan modal saham pada Hokindo. Sisanya, mengalir untuk membayar kewajiban dan modal kerja. Menurut Samsul, penolakan rencana rights issue RIMO tahun lalu akibat pembeli siaga belum jelas. Waktu itu, calon pembeli siaga rights issue RIMO adalah hedge fund bernama Haven Capital Pte Ltd. Menurutnya, jika ingin disetujui, RIMO harus memberikan keterbukaan informasi yang jelas siapa di balik perusahaan investasi ini. "Mungkin sekarang RIMO sudah mau membuka siapa di belakangnya. Karena kalau mengajukan skema yang sama kan tidak akan di-approve lagi," ujarnya. Dalam prospektus baru, RIMO juga belum menyebutkan pihak yang menjadi pembeli siaga.
Jika rencana rights issue disetujui OJK dan RIMO sudah bisa membenahi kelangsungan usaha perseroan, BEI baru bisa membuka suspensi saham. David Sutyanto, Analis First Asia Capital, mengatakan, wewenang perizinan berada di OJK selaku otoritas pasar. "RIMO, kan, sudah beberapa kali ditolak ya, tinggal tunggu saja OJK akan bilang apa? Kalau OJK bilang bagus, artinya legal, sekarang belum jelas, jadi lebih baik tunggu dari OJK saja," kata David kepada KONTAN, Minggu (20/12). Persetujuan rights issue RIMO bergantung pada prasyarat yang harus dipenuhi. Sebab rights issue yang akan diterbitkan meliputi dana yang sangat besar. "Kalau OJK tidak mengizinkan, artinya ada masalah, namun kalau itu legal, ya, tidak masalah," kata David. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie