BEI mengkaji aturan baru IPO migas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menyiapkan aturan baru bagi perusahaan minyak dan gas (migas) yang ingin melakukan initial public offering (IPO). Nantinya, perusahaan migas yang belum memiliki pendapatan, diperbolehkan mencatatkan sahamnya di BEI.

Samsul Hidayat, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, menjelaskan, sejauh ini sudah ada sekitar 10 perusahaan migas yang menyatakan minatnya untuk mengail pendanaan dari pasar modal. Perusahaan ini banyak yang membutuhkan dana untuk memulai eksploitasi, namun masih terkendala dengan aturan lama BEI.

Nantinya beleid tersebut akan tertuang dalam Peraturan BEI I-A.2. Ini merupakan pengembangan dari Peraturan Nomor I-A.1 tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas.


"Draf aturan ini sudah difinalisasi, tinggal koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujar Samsul di Jakarta, Selasa (13/3). Jika berjalan lancar, aturan ini akan diteken pada kuartal III-2018 mendatang.

Namun, Samsul menegaskan, perusahaan migas ini harus tetap memiliki cadangan terbukti. Selain itu, perusahaan tersebut juga wajib memiliki izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Calon emiten juga harus memiliki prospek ekonomi dalam jangka panjang. Dengan kata lain, perusahaan harus bisa memberikan proyeksi target laba dan pendapatan usai IPO.

Sebelumnya, BEI sudah lebih dulu menerbitkan aturan sejenis untuk perusahaan tambang mineral dan batubara. Aturan tersebut diterbitkan tahun 2014 silam.

Dalam beleid tersebut, emiten mineral dan batubara yang belum menuai penghasilan diperkenankan IPO di BEI asalkan memiliki cadangan terbukti (proven reserve) dan terkira (probable reserve), berdasarkan laporan pihak kompeten.

Kemudian, calon emiten harus memiliki sertifikat clear and clean atau dokumen lain yang setara atas perizinan pertambangan dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara atau instansi lain yang berwenang yang ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia.

Calon emiten juga harus bisa memperoleh laba usaha dan laba bersih dari kegiatan utama, paling lambat pada akhir tahun buku keempat sejak tercatat. Perusahaan juga harus memiliki laporan studi kelayakan usaha.

Dengan perubahan aturan tersebut, BEI berharap bisa menjaring banyak perusahaan untuk IPO. BEI juga tengah menggodok sejumlah aturan yang bisa mempermudah IPO perusahaan rintisan (start up) berbasis digital.

Salah satu poin yang diusulkan adalah persyaratan IPO bisa mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan net tangible asset (NTA). Sehingga, perusahaan yang masih membukukan rugi tetap bisa IPO di BEI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati