BEI Optimistis Bursa Saham Indonesia Akan Positif Dibanding Negara-Negara Asean



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis bahwa bursa saham Indonesia memiliki potensi yang besar untuk berkembang dibandingkan Bursa di negara lainnya.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 6.681,75 pada perdagangan Selasa (4/7). Dengan posisi tersebut, maka secara Year To Date (YtD) indeks saham acuan Bursa Efek Indonesia (BEI) turun sekitar 2,46%.

Sementara, secara year to date (YtD) per 4 Juli 2023 bursa Philippines turun 0,79%, bursa Singapura turun 1,57%, bursa Malaysia turun 6,89%, bursa Thailand turun 9,15% dan hanya bursa Vietnam yang naik 12,40%. Alhasil, IHSG menjadi bursa keempat terbaik di ASEAN. Melihat capaian itu, BEI menilai IHSG di 2023 masih berpotensi semakin menguat.


Baca Juga: Rata-Rata Nilai Transaksi Harian Bursa Rp 10,34 triliun, Masih di Bawah Target

Sebagai informasi, hingga akhir Mei 2023 kapitalisasi pasar bursa efek Indonesia tercatat sebesar Rp 9,354 triliun. Angka ini turun 1,5% dibandingkan akhir 2022 sebesar Rp 9,499 triliun

Selain itu, BEI melaporkan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) turun menjadi Rp 10,5 triliun atau 29% secara ytd tahun ini dibandingkan akhir 2022 sebesar Rp 14,7 triliun. Hal ini disebabkan likuiditas perdagangan saham di bursa global tertekan.

Adapun, RNTH Malaysia turun 5,6%, Filipina turun 10,83%, Singapura turun 11,29%, Thailand turun 17,25% dan Vietnam turun 11,40%. Bahkan, RNTH semua negara ASEAN turun meskipun bervariasi. 

Direktur Utama BEI Iman Rachman mengaku bursa saham Indonesia masih cukup menarik di Asean lantaran jumlah investor di pasar modal Indonesia hingga Mei 2023 mencapai 10,3 juta tumbuh 37,7% atau naik sebanyak 2,8 juta selama tahun 2022. 

"Kalo kita bicara jumlah investor, bursa kita menjadi salah satu yang terbesar, dan secara emiten yang tercatat kita hanya di bawah dari Bursa Malaysia, dibandingkan Thailand dan Singapura kita di atasnya. Sementara trading harian kita hanya di bawah Thailand dan Singapura per hari ini," jelasnya Selasa (4/7). 

Menurut Imam jumlah transaksi dan volume frekuensi meningkat dibandingkan 5 tahun terakhir. Namun jika dibandingkan dari awal tahun terjadi penurunan lantaran akibat sentimen Global bukan dari masalah domestik dan ini terjadi di Bursa ASEAN lainnya. 

"Kalau bicara fundamental Indonesia masih positif di mana GDP tidak berubah, tetapi berasal dari potensi resesi di luar negeri dan perang sehingga menjadi penyebab kenaikan harga BBM dan lainnya. Ini bukan hanya terjadi di Kita tapi di bursa lainnya mengalami penurunan yang sama," jelasnya. 

Iman menyampaikan jika melihat akhir tahun kemarin sebenarnya cash in flow sudah cukup besar d imana cash in flow asing cukup positif masuk ke Indonesia sebesar Rp 60 triliun di pasar modal. Sementara hingga Juni 2023 cash in flow asing masuk ke Indonesia sebesar Rp 16,4 triliun. 

"Secara investor asing dan domestik memang masuk tapi jumlah ini belum cukup memperkuat IHSG," jelasnya

Iman menyampaikan telah merencanakan berbagai strategi agar dapat meningkatkan transaksi dan dapat mengerek IHSG kembali naik yaitu seperti menambah jumlah emiten baru, meningkatkan volume perdagangan dan menambah produk baru. 

"Kita tahun lalu ada Structured Warrant atau Waran Terstruktur, tahun ini diharapkan akan ada berupa single stock future sehingga ada beberapa produk baru yang kita tawarkan kepada investor untuk meningkatkan value transaksi sehingga berdampak pada IHSG," Tuturnya. 

Sementara, Chief Executive of Market Conduct Supervision, Education and Consumers Protection Financial Services Authority (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan jumlah investor mengalami kenaikan yang sangat pesat pada saat pandemi dan perlu adanya edukasi untuk menjaga para investor untuk tetap berinvestasi di pasar modal. 

Baca Juga: Memahami Aksi Short Selling di Bursa Saham

"Waktu pandemi jumlah investor meningkat tapi yang harus digencarkan adalah edukasinya jangan sampai kemudian mereka sudah masuk karena kaga mengerti cara berinvestasi, cara milih saham terus akhirnya kaga berinvestasi lagi," Jelasnya. 

Friderica mengatakan 80% dari jumlah investor di pasar modal saat ini rata-rata berasal dari generasi muda dan ini sangat berbeda jika dibandingkan beberapa tahun terakhir yang didominasi oleh orang tua. 

Selain itu, Friderica mengatakan nilai transaksi, jumlah emiten dan investor mengalami kenaikan cukup pesat lantaran didukung oleh stabilnya kondisi sektor jasa keuangan dan membaiknya indikator ekonomi. 

"Negara di luar menghadapi gejolak yang berbeda-beda, sementara kita cukup baik bahkan jika terjadi goncangan di sektor jasa keuangan masih bisa bertahan," jelasnya. 

Friderica menyampaikan mengajak untuk kalangan muda untuk mulai berinvestasi di pasar modal agar dapat meningkatkan pendapatan di ke depannya, sehingga berdampak ke pasar modal Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .