BEI temukan sejumlah surat utang liar emiten



JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) terus memburu sejumlah emiten yang ketahuan menerbitkan surat utang jangka pendek namun tidak melaporkannya. Sudah ada tiga emiten yang kedapatan tidak melaporkan penerbitan surat utang, baik dalam bentuk promissory note (PN) maupun medium term note (MTN).Ketiga emiten itu adalah PT Saraswati Griya Lestari Tbk (HOTL), PT Tri Banyan Tirta Tbk (ALTO), dan PT Kresna Graha Sekurindo Tbk (KREN). Hoesen, Direktur Penilaian BEI mengatakan, HOTL dan ALTO kedapatan menerbitkan PN dan MTN tetapi tidak dilaporkan dalam laporan keuangan.Sedangkan KREN menjadi pihak yang ikut serta dalam membantu penerbitan surat utang jangka pendek oleh perusahaan terafiliasi. "Kami mendapat informasi tentang MTN-MTN itu, tetapi saya tidak bisa bilang dari mana informasi itu," ujar Hoesen kepada KONTAN belum lama ini.BEI telah melakukan dengar pendapat, khususnya kepada manajemen HOTL dan ALTO pada 30 April 2014. Darmawan Kusnadi, Sekretaris Perusahaan HOTL kepada BEI mengatakan, total PN yang diterbitkan hingga akhir 2013 sebesar Rp 33,46 miliar. Sedangkan per akhir April 2014 total outstanding sebesar Rp 33,36 miliar. Alasan perseroan tidak mencatatkan penerbitan PN itu karena dana hasil penjaringan dana itu tidak digunakan oleh HOTL melainkan oleh perusahaan induk perseroan. Penerbit adalah PT Tiara Global Propertindo, namun, nama PN itu atas nama HOTL. Tiara Global, kata Darmawan, berjanji akan melakukan penyelesaian pembayaran PN itu paling lambat akhir Juni 2014. Manajemen pun melakukan revisi dan menyerahkan laporan keuangan September 2013 yang baru kepada BEI. Hal yang sama dilakukan oleh manajemen ALTO. Surat utang yang diterbitkan atas nama Tri Banyan Tirta, tetapi sebenarnya penerbit asli adalah induk perusahaan, yaitu PT Wahana Bersama Nusantara. Wahana menerbitkan secara bertahap. Namun, Edwin Kosasih, Sekretaris Perusahaan ALTO mengatakan hingga akhir Desember 2013, MTN dan PN tidak lagi diterbitkan. Nilai outstanding PN dan MTN atas nama ALTO per akhir Desember 2013 sebesar Rp 326,14 miliar. Per akhir Maret 2014 menyusut menjadi Rp 218,38 miliar, dan per akhir April 2014 tersisa Rp 164,41 miliar. Alasan yang sama juga dikemukakan oleh manajemen ALTO terkait tidak adanya laporan mengenai penerbitan PN dan MTN itu. Perseroan tidak menggunakan dana hasil penerbitan surat utang itu. ALTO berjanji akan menyelesaikan pembayaran PN dan MTN atas nama perseroan paling lambat Desember 2014. Perseroan pun membuat revisi atas laporan keuangan Juni dan September 2014 terkait hal itu. Selanjutnya, KREN yang terlibat dalam penerbitan surat utang perusahaan yang terafiliasi, yaitu PT Horison Graha Indonesia, PT Albani Multi Prima, dan PT Davis Agung Perkasa. Namun, dalam hal ini, Kresna hanya bertindak sebagai arranger. Perseroan bukan pembeli siaga (standby buyer) atas surat utang perusahaan afililiasinya itu. Octavianus Budiyanto, Direktur KREN kepada BEI bilang, pihaknya memperoleh komisi dari penerbitan itu sebesar 1% dari nilai transaksi. Perseroan mengadministrasikan komisi itu sebagai pendapatan usaha. Sayang, Hoesen masih enggan mengatakan apa sanksi bagi ketiga emiten ini. "Sanksi hanya bilateral, BEI dan mereka saja," kata dia.Hanya saja, BEI telah menyetop perdagangan saham HOTL dan ALTO sampai saat ini. Saham kedua emiten ini disuspensi sejak 2 Mei 2014.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie