Beijing Membayar Impor Pakai Yuan



CHINA. Mulai pekan ini perusahaan-perusahaan di Beijing, China, termasuk beberapa grup korporasi besar menerapkan penggunaan yuan sebagai pembayaran impor. Langkah ini menjadi salah satu usaha Pemerintah China mengurangi ketergantungan terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

China Citic Bank Co, Jumat (25/6), menyatakan, anak usaha Sinochem Group dan China Minmetals Corp, perusahaan dagang kimia dan logam terbesar di China, merupakan dua perusahaan pertama yang bakal menerapkan penggunaan yuan. Citic yang berperan sebagai bank pembayar mengatakan, nilai total pembayaran keduanya ke Hongkong dan Makau mencapai Y 24,24 juta atau US$ 3,6 juta.

Unit Nokia’s Oyj China juga memilih membayar impor dengan yuan, setelah program penyesuaian settlement atau penyelesaian transaksi beres. "Beijing memiliki banyak BUMN besar yang menginginkan pembayaran impor dengan yuan untuk mengurangi risiko nilai tukar dan biaya transaksi. Kami yakin pasar settlement yuan bakal berkembang pesat," kata Asisten General Manager Bisnis dan Operasi Citic Zhang Lijun, kemarin.


Bank Sentral China, pekan lalu menjelaskan, penggunaan yuan dalam penyelesaian transaksi impor akan diperluas hingga mencakup 20 kota dan provinsi. Saat ini lima kota di China, di luar Beijing telah menerapkannya setahun yang lalu.

Menurut data bank sentral, sepanjang kuartal I-2010, penyelesaian pembayaran transaksi perdagangan dengan mata uang yuan mencapai Y 18,4 miliar atau US$ 2,7 miliar. Angka ini meningkat lima kali lipat dari semester II-2009.

Cari alternatif dollar AS

China terus berupaya mencari mata uang alternatif sebagai alat pembayaran internasional. Apalagi, Presiden AS Barack Obama tengah menggenjot belanja untuk mendongkrak ekonomi dan menurunkan tingkat pengangguran AS yang tinggi. Akibatnya, defisit anggaran AS akan mencapai rekor tertinggi tahun ini, yakni US$ 1,6 triliun.

PM China Wen Jiabao sudah berulang kali mengungkapkan kekhawatiran soal risiko penurunan nilai aset negara yang sebagian besar berdenominasi dollar AS. Sekadar catatan, China merupakan negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia. Nilainya US$ 2,45 triliun.

Pekan lalu, China mengeluarkan kebijakan yang melepas kontrol atas yuan alias revaluasi yuan. Langkan ini untuk meredam kritik mitra dagangnya, terutama dari AS. Hal ini mendorong penguatan yuan 0,5% menjadi 6,793 per dollar AS di pasar spot sepanjang pekan ini. "Ekspektasi penguatan yuan mendorong permintaan atas yuan untuk keperluan perdagangan jangka pendek," ujar Liu Xin, Analis Bank of Communications Ltd.

Tapi, lanjut Lui, dalam jangka panjang, internasionalisasi yuan tetap akan terbatas. Terutama kalau China tidak membuka pintu selebar-lebarnya bagi investasi asing.

Selain China, Rusia juga punya impian serupa, yakni menginginkan mata uang rubel menjadi salah satu alternatif cadangan devisa dunia selain dollar AS.

Menurut Presiden Rusia Dmitry Medvedev, setidaknya dunia butuh enam mata uang yang bisa menjadi cadangan devisa alternatif, sekaligus sebagai mata uang dalam transaksi perdagangan.

Editor: Test Test