JAKARTA. Penyewaan dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 milik Thirdstone Aircaft Leassing Group Inc (TALG) oleh PT Merpati Nusantara Airlines berbuntut panjang. Kejaksaan Agung sudah menetapkan dua orang bekas pejabat Merpati menjadi tersangka. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad mengatakan dua tersangka itu adalah bekas direktur utama Merpati berinisial HN dan bekas direktur keuangan Merpati berinisial GA. "Dari hasil penyidikan kedua mantan direksi itu sudah jadi tersangka," ujar Noor kepada KONTAN, kemarin (17/8).Noor mengatakan, penetapan tersangka dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidus) pada 16 Agustus 2011. Penetapan tersangka tersebut didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan (sprint DIK) Nomor 95/F.2/fd.1/07/2011 tanggal 7 Juli 2011. Saat ini, penyidik Jampidsus masih mengembangkan penyidikan kasus tersebut.Dalam kasus ini, penyidik menemukan ada indikasi kerugian negara sebesar US$ 1 juta dalam penyewaan dua pesawat tipe Boeing 737 dari sebuah perusahaan di Amerika Serikat (AS). Merpati belum tahu Kasus ini berawal pada tahun 2006 silam saat direksi Merpati menyewa dua pesawat Boeing 737 dari perusahaan TALG seharga US$ 500.000 untuk setiap pesawat.Namun, setelah dilakukan pembayaran sebesar US$ 1 juta, nyatanya pesawat buatan perusahaan Amerika Serikat itu belum pernah diterima Merpati. Padahal seharusnya perusahaan penerbangan pelat merah ini sudah harus menerima dua kapal itu pada Januari 2007. Kejaksaan sendiri telah melakukan pemeriksaan dua orang bekas Dirut Merpati yakni Cucuk Suryosuprojo dan Hotasi Nababan sebagai saksi. Dirut Merpati Sardjono Jhony Tjitrokusumo juga sudah pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus penyewaan pesawat ini. Sementara Corporate Secretary Merpati Nusantara Airlines Imam Turudi mengatakan belum mendengar ada penetapan tersangka dalam kasus penyewaan pesawat. Merpati sendiri menyerahkan kasus ini sepenuhnya pada kejaksaan. Untuk proses penyewaan pesawat tersebut, Imam mengatakan terjadi pada saat Hotasi Nababan jadi Direktur Utama yang menjabat sejak tahun 2003 hingga 2006. Setelah periode itu, Merpati sudah tiga kali ada perombakan di jajaran direksi. Namun ia tidak mau menebak siapa tersangka yang sudah ditetapkan oleh kejaksaan ini. Selain menangani kasus penyewaan pesawat ini, Kejaksaan juga sedang menelisik kasus pembelian 15 pesawat terbang buatan China, Xian MA-60. Namun dalam kasus ini statusnya masih dalam tahap penyelidikan. Kasus dugaan penggelembungan penyewaan dan pembelian pesawat Merpati ini mencuat setelah terjadinya kecelakan pesawat MA-60 di Teluk Kaimana, Papua Barat awal Mei lalu. Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu juga melaporkan korupsi ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun KPK akhirnya menyerahkan penyelesaian kasus Merpati ini ke Kejaksaan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bekas Direktur Utama Merpati jadi tersangka
JAKARTA. Penyewaan dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 milik Thirdstone Aircaft Leassing Group Inc (TALG) oleh PT Merpati Nusantara Airlines berbuntut panjang. Kejaksaan Agung sudah menetapkan dua orang bekas pejabat Merpati menjadi tersangka. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad mengatakan dua tersangka itu adalah bekas direktur utama Merpati berinisial HN dan bekas direktur keuangan Merpati berinisial GA. "Dari hasil penyidikan kedua mantan direksi itu sudah jadi tersangka," ujar Noor kepada KONTAN, kemarin (17/8).Noor mengatakan, penetapan tersangka dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidus) pada 16 Agustus 2011. Penetapan tersangka tersebut didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan (sprint DIK) Nomor 95/F.2/fd.1/07/2011 tanggal 7 Juli 2011. Saat ini, penyidik Jampidsus masih mengembangkan penyidikan kasus tersebut.Dalam kasus ini, penyidik menemukan ada indikasi kerugian negara sebesar US$ 1 juta dalam penyewaan dua pesawat tipe Boeing 737 dari sebuah perusahaan di Amerika Serikat (AS). Merpati belum tahu Kasus ini berawal pada tahun 2006 silam saat direksi Merpati menyewa dua pesawat Boeing 737 dari perusahaan TALG seharga US$ 500.000 untuk setiap pesawat.Namun, setelah dilakukan pembayaran sebesar US$ 1 juta, nyatanya pesawat buatan perusahaan Amerika Serikat itu belum pernah diterima Merpati. Padahal seharusnya perusahaan penerbangan pelat merah ini sudah harus menerima dua kapal itu pada Januari 2007. Kejaksaan sendiri telah melakukan pemeriksaan dua orang bekas Dirut Merpati yakni Cucuk Suryosuprojo dan Hotasi Nababan sebagai saksi. Dirut Merpati Sardjono Jhony Tjitrokusumo juga sudah pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus penyewaan pesawat ini. Sementara Corporate Secretary Merpati Nusantara Airlines Imam Turudi mengatakan belum mendengar ada penetapan tersangka dalam kasus penyewaan pesawat. Merpati sendiri menyerahkan kasus ini sepenuhnya pada kejaksaan. Untuk proses penyewaan pesawat tersebut, Imam mengatakan terjadi pada saat Hotasi Nababan jadi Direktur Utama yang menjabat sejak tahun 2003 hingga 2006. Setelah periode itu, Merpati sudah tiga kali ada perombakan di jajaran direksi. Namun ia tidak mau menebak siapa tersangka yang sudah ditetapkan oleh kejaksaan ini. Selain menangani kasus penyewaan pesawat ini, Kejaksaan juga sedang menelisik kasus pembelian 15 pesawat terbang buatan China, Xian MA-60. Namun dalam kasus ini statusnya masih dalam tahap penyelidikan. Kasus dugaan penggelembungan penyewaan dan pembelian pesawat Merpati ini mencuat setelah terjadinya kecelakan pesawat MA-60 di Teluk Kaimana, Papua Barat awal Mei lalu. Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu juga melaporkan korupsi ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun KPK akhirnya menyerahkan penyelesaian kasus Merpati ini ke Kejaksaan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News