Bekasi Selatan yang kian menawan



KONTAN.CO.ID - Kawasan pinggiran Jakarta jelas jadi daya tarik utama pengembang properti. Ini tidak lepas dari tingginya kebutuhan hunian para pekerja Ibu Kota. Ketika harga hunian di Jakarta sudah tidak bisa terjangkau masyarakat kebanyakan, tentu mereka mengincar daerah pinggiran, seperti Tangerang, Bogor, Bekasi.

Nah, Bekasi saat ini sedang naik daun bahkan hingga sampai ke wilayah Cikarang. Lihat saja, betapa gencarnya Grup Lippo menawarkan Meikarta.

Akses jalan tol, kereta listrik yang kini sampai Stasiun Cikarang sampai pembangunan light rail transit (LRT) dan kereta cepat Jakarta–Bandung semakin menambah daya tarik kawasan Timur Jakarta.


Apalagi, pembangunan LRT kini menambah akses kawasan Bekasi bagian Selatan yang sebelumnya hanya punya pintu tol. Dan, perkembangan Bekasi Selatan ini turut membuka peluang bagi pengembang properti.

Misalnya, PT Timah Karya Persada Properti yang mengembangkan kawasan hunian dengan tajuk Familia Urban. Anak usaha PT Timah Tbk ini membangun proyek hunian di atas lahan seluas 176 hektare (ha) di daerah Mustikajaya.

Untuk pengembangan tahap pertama, Timah Properti merilis tiga kluster dengan 677 rumah tapak di lahan 15 ha. Ketiga kluster itu ialah Gayatri, Ganesha, dan Dharmawangsa. Tipe rumah yang Timah Properti tawarkan bervariasi, mulai 36 meter persegi (m²) sampai 90 m² dengan harga Rp 400 juta–Rp 900 juta.

Tahun ini, perusahaan properti yang berdiri 2015 ini menargetkan bisa membukukan prapenjualan (marketing sales) Rp 94 miliar dari Familia Urban dan Rp 132 miliar pada tahun depan. Per Oktober 2017, mereka mengantongi marketing sales Rp 80 miliar.

“Respons pasar cukup bagus, karena wilayah di Bekasi bagian Selatan tidak terlalu padat dan dekat dengan empat akses tol. Jika JORR 2 Cimanggis–Cibitung jadi, maka nanti menjadi dekat dengan lima akses tol,” kata Chrishandono Heswadhi, Project Manager Familia Urban. Tambah lagi, Familia Urban juga dekat sama jalur LRT Cawang–Bekasi Timur.

Hunian Familia Urban, menurut Chrishandono, mengincar kalangan menengah. Bekasi jadi pilihan lokasi proyek perumahan itu lantaran lahan tersebut merupakan milik PT Timah Tbk. Pengembangan ini sebagai upaya optimalisasi aset.

Namun, jika melihat lokasi dan kemudahan aksesnya, Chrishandono yakin prospek Familia Urban akan semakin positif. Dia menyebutkan, potensi kenaikan harga rumah di Familia Urban bisa mencapai 10% hingga 15% per tahun.

Rencananya, Timah Properti akan mengembangkan Familia Urban menjadi kota mandiri. Kawasan hunian baka mencaplok 28% lahan, central business distric (CBD) 11%, ruko 5%, fasilitas umum dan sosial 3%, taman hijau 11%, kolam 9%, main boulevard 11%, kawasan jalan-jalan sebesar 22%. “Nanti dibangun sekitar 40.000 rumah,” ungkap Chrishandono.

Selain Timah Properti, masih banyak pengembang yang melirik Bekasi bagian Selatan. Jauh sebelumnya, Sinarmas Land sudah membangun Grand Wisata di daerah Mustikajaya.

Lina, marketing Grand Wisata, mengatakan, rumah tipe 42 dengan luas tanah 66 m² ditawarkan dengan harga Rp 800 juta. Kenaikan properti di Grand Wisata bisa sampai 20% setahun.

Selain Familia Urban dan Grand Wisata, di kawasan Bekasi bagian Selatan bercokol Graha Harapan, Sakura Regency, serta Grand Tamansari.

Jadi peluang

Anton Sitorus, Director Head of Research & Consultancy Savills Consultants Indonesia, bilang, populasi penduduk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang mencapai 30 juta jiwa menjadi pasar sangat menjanjikan bagi para pengembang properti. “Kebutuhan perumahan di kawasan Jabodetabek sangat besar. Makanya, di mana saja membangun pasti ada pembeli,” sebutnya.

Hanya, Anton mencatat, ada beberapa hal yang membuat para pengembang sulit untuk menjual properti. Contoh, akses yang sulit atau harga rumah yang terlampau mahal.

Nah, Bekasi jadi daerah yang paling tertinggal pengembangannya dibandingkan dengan Depok, Bogor, dan Tangerang. Tapi, menurut Anton, itu justru menjadi peluang pertumbuhan bagi para pengembang baru. Sebab, sejauh ini pasokan hunian, baik rumah tapak maupun apartemen, masih lebih rendah dibanding permintaan.

Secara umum, Anton mencatat, harga properti paling mahal berada di daerah Barat, yakni sekitar Tangerang dan Serpong. “Jadi, Bekasi masih punya potensi untuk mengejar kenaikan harga karena lebih murah. Pesaingnya mungkin daerah Selatan seperti Cibubur,” imbuhnya.

Jika harga tanah di kawasan Tangerang sudah mencapai belasan juta per meter persegi, harga di Bekasi masih di kisaran Rp 8 jutaan per m². Anton menduga, citra Bekasi yang kurang baik memengaruhi minat beli properti di kawasan tersebut.

Selama ini, Bekasi dikenal sebagai daerah industri yang macet dan panas. Bahkan, Bekasi seringkali di-bully warga dari luar Bekasi lantaran kemacetan dan udara panas. Padahal, kemacetan tidak hanya terjadi di Bekasi, juga di hampir semua wilayah Jabodetabek.

Untuk wilayah Bekasi Selatan pun, Anton melihat potensi besar. Apalagi, kalau pemerintah mau membuka lebih banyak lagi terminal bayangan di sekitar jalan tol. Soalnya, itu akan semakin mempermudah akses masyarakat bila ingin menggunakan kendaraan umum.

Kenaikan 10%

Untuk hunian vertikal atau apartemen, Ferry Salanto, Senior Associate Director Research Colliers International, menjelaskan, kenaikan harga di Tangerang merupakan yang tertinggi. Sepanjang 2014 hingga 2017, dia memperkirakan, harga apartemen di Tangerang akan tumbuh rata-rata 6,7% per tahun, disusul Jakarta 6,2%, Bogor 5,4%, dan Bekasi 4,6%.

“Suplai yang tinggi dalam kurun waktu dua tahun terakhir hingga dua–tiga tahun ke depan, menyebabkan persaingan semakin ketat. Sehingga, developer enggan untuk menaikkan harga jual demi menarik calon konsumen,” tutur Ferry.

Anton mengamini, dalam kondisi perlambatan sektor properti saat ini, kenaikan harga memang tidak bisa tinggi. Para pengembang juga perlu menentukan harga yang sesuai dengan target pasar.

Misalnya, rumah untuk kalangan menengah bawah, maka harga yang ditawarkan seharusnya berada di bawah Rp 400 juta. Alhasil, cicilan per bulan bisa Rp 2 juta–Rp 3 juta. Sementara jika mematok harga di atas Rp 400 juta, target pasarnya seharusnya kalangan menengah atas.

Saat ini, Anton memperkirakan, potensi kenaikan harga properti di Bekasi termasuk bagian Selatan berada pada kisaran 10% per tahun atau sekitar dua kali laju inflasi. Tapi, kenaikan harga di Bekasi bisa lebih tinggi kalau lokasi strategis dan banyak peminat.

Ferry menambahkan, selain harga yang sesuai, dukungan infrastruktur serta dukungan pembiayaan juga jadi daya tarik properti. “Jika pembiayaan mudah dengan uang muka atau down payment (DP) yang murah dan suku bunga menarik, maka itu akan membantu penjualan,” ungkap Ferry.

Pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol dan LRT dengan sendirinya akan memicu pertumbuhan kawasan yang dilalui. Terlebih, rumah menjadi kebutuhan utama sehingga peminat akan terus ada.

Menurut catatan Colliers International, daerah Bekasi yang paling berkembang adalah Bekasi Barat, kemudian disusul Bekasi Timur. Bekasi Barat meliputi daerah Metropolitan Mall, Hypermall, Pekayon, hingga Galaxy. Sedangkan Bekasi Timur yang sedang berkembang adalah daerah yang bakal dilalui LRT, Jalan Chairil Anwar, dan kawasan Bulak Kapal atawa Jalan Ir. H Juanda.

Jika daya beli masyarakat sudah pulih, Ferry optimistis, pembangunan LRT Bekasi Timur–Cawang akan menjadi nilai tambah yang bisa mendorong kenaikan permintaan serta harga properti di sekitar jalur kereta ringan tersebut.

Sementara untuk pasar sewa, Fery mengakui, saat ini sedang tertekan. Kenaikan tarif sewa belum bisa signifikan atau seiring kenaikan harga properti. Tapi, sebagai daerah industri dengan banyak pabrik, Anton melihat, sewa properti di Bekasi akan tetap menarik.

Siapa yang tertarik?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan