KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan bursa saham Tiongkok beberapa kali mencolok dibandingkan pergerakan indeks saham global. Sebagai contoh, mengutip Blooomberg, pergerakan indeks Shanghai Stock Exchange (SSE) sempat melaju lebih kencang pada periode November 2014-Juni 2015. SSEC berada dalam tren kenaikan dan menyentuh
all time high pada 12 Juni 2015. Di periode yang sama, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan indeks FTSE 100 bergerak lebih moderat. Begitu pula jika dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). “Pergerakannya nyeleneh, tidak pernah
in line dengan pergerakan bursa saham pada umumnya,” ujar Head of LOTS Services Lotus Andalan Sekuritas Krishna Dwi Setiawan, Kamis (15/2).
Namun, dalam dua tahun terakhir, Krishna bilang, indeks SSE memang cenderung bergerak searah dengan bursa saham global. Hal ini mengingat pertumbuhan ekonomi Tiongkok memang sedang bergerak menguat, seiring pergerakan pertumbuhan ekonomi negara-negara lainnya. Sebagai informasi, ekonomi Tiongkok tumbuh 6,9% pada 2017. Pertumbuhan terbesar sejak tahun 2015. Terjadinya pergerakan indeks saham di Tiongkok yang cenderung berbeda, menurut Krishna, dipengaruhi peran investor yang terlibat di dalamnya. Dalam catatan Krishna, bursa saham Tiongkok hingga kini terproteksi. “Asing tidak bermain di sana. Kalau asing mau masuk, belinya di Hong Kong,” paparnya. Memang, dalam kawasan Tiongkok, terdapat pula bursa saham lain seperti Bursa Hong Kong (HKEX) dan Bursa Efek Shenzhen. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyebut, bursa Hong Kong sebagai hub finansial ke Tiongkok, karena sifatnya lebih terbuka. Sejauh ini, David menilai Tiongkok punya alasan sendiri untuk mempertahankan bursanya tetap tertutup. “Cadangan devisa mereka besar, mereka punya surplus anggaran. Jadi belum terlalu butuh untuk terbuka,” paparnya. Dengan demikian, pengaruh bursa Tiongkok memang masih sangat minim terhadap bursa saham global termasuk IHSG. Dalam hal ini, bursa saham Amerika, Eropa, dan Jepang disebut lebih berpengaruh. “Kalau pun pergerakan bursa Tiongkok ada pengaruhnya ke IHSG, sifatnya sementara,” kata Krishna.
Meski demikian, menurutnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa mencontoh kekuatan investor domestik Tiongkok. Saat ini, dalam catatan Krishna, investor domestik Indonesia sudah mulai mengambil peran. Ke depannya, Indonesia sebaiknya memperkuat dominasi domestik, tapi tetap membiarkan bursa saham terbuka untuk asing. “Sejak
tax amnesty pergerakan investor domestik kita sudah mulai bisa mengimbangi asing,” ujar Krishna. Dalam hal kapitalisasi pasar dan return, Krishna menilai bursa saham Tiongkok masih berada di atas bursa saham Indonesia. Tahun 2018, Krishna memprediksikan bursa saham Tiongkok maupun Indonesia bisa sama-sama menguat. Sentimennya pun beriringan, yakni antisipasi pertumbuhan ekonomi yang diprediksi akan lebih baik pada 2018. Krishna memprediksikan, IHSG tahun ini bisa naik 8,5% dan bertengger di level 6.900. Bursa Tiongkok diprediksi naik lebih tinggi, yakni sekitar 10%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini