KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Regulator menilai kasus kegagalan tiga bank di Amerika Serikat (AS) yakni Bank Silicon Valley (SVB), Bank Signature, dan Bank Silvergate tidak berdampak langsung terhadap perbankan di Tanah Air. Selain karena model bisnis yang berbeda dengan bank-bank AS tersebut, perbankan Indonesia juga punya stabilitas yang terjaga baik dengan permodalannya yang cukup kuat. Rasio
Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per Januari 2023 ada di level 25,93%. Namun, kegagalan bank-bank AS tersebut, terutama SVB, harus dijadikan sebagai pelajaran bukan hanya oleh perbankan tetapi juga para nasabah.
Menurut Hendry Lieviant CEO Komunal, pelajaran penting yang harus diambil nasabah dari kasus di AS tersebut adalah pentingnya untuk memperhatikan aturan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah di bank di Indonesia. Dia menilai bahwa besarnya aset sebuah bank tidak dapat dijadikan dasar yang paling utama untuk menilai bank tersebut bakal kuat. “Ini terbukti pada bank besar yang jatuh di AS. Bank itu punya aset hingga ribuan triliun rupiah, namun bisa kolaps dalam waktu 48 jam," kata Hendry dalam keterangan resminya, Kamis (16/3). Sehingga menurutnya, menyimpan dana di bank yang lebih kecil dari sisi aset sebetulnya tidak masalah. Asalnya, dana yang disimpan sudah menyesuaikan dengan batas yang dijamin oleh LPS. Kasus SVB yang berawal dari kekurangan modal memang telah menimbulkan kekhawatiran nasabah perbankan di AS. Pasalnya, di negara itu, berlaku batas penjaminan simpanan oleh FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation) sebesar US$ 250.000 atau Rp 3,75 miliar (dengan kurs Rp 15.000). Ketika bank itu menyebut butuh tambahan modal, Henry mengatakan para nasabahnya ramai-ramia melakukan penarikan dana karena simpanan mereka di atas nilai penjaminan regulator. Oleh karena itu, Hendry menyebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyimpan dana di bank. Pertama, nasabah harus memastikan suku bunga diterima sudah sesuai dengan suku bunga yang dijamin oleh LPS. Bunga yang dijamin LPS pada bank umum saat ini sebesar 4,25% dan untuk bank BPR sebesar 6,75%. "Kalau kita menerima bunga melebihi bunga yang dijamin oleh LPS maka seluruh simpanan kita baik pokok dan bunganya tidak akan dijamin LPS," jelas Hendry. Kedua, nasabah harus memastikan total simpanan kita di bank tidak melebihi dari jumlah yang dijamin LPS yaitu sebesar Rp 2 miliar per nasabah per bank. Ketiga, harus dipastikan bank tersebut merupakan peserta LPS. Jika nasabah ingin mendiversifikasi investasi selain deposito di bank umum, Henry menilai sejumlah instrumen lain dapat menjadi pilihan, yakni obligasi, reksadana dan deposito BPR. Ia menambahkan, Deposito BPR saat ini memang belum relatif populer dibandingkan yang lain. Namun, menurutnya instrumen ini menarik karena suku bungannya lebih tinggi dari bank umum tetapi dijamin oleh LPS. Head of Marketing Komunal Vera Rosana menambahkan, selama ini instrumen deposito BPR dipandang memiliki proses pendaftaran yang lumayan panjang dan bersifat manual.
Namun, kehadiran Komunal sebagai finteh yang fokus mendigitalisasikan BPR di Indonesia membuat permasalahan itu sudah bisa diurai. “Sejak Komunal meluncurkan produk DepositoBPR by Komunal, deposan dapat menempatkan investasinya dengan mudah tanpa tatap muka di lebih dari 200 BPR yang terdapat dalam aplikasi DepositoBPR by Komunal." pungkas Vera. Komunal saat ini tercatat telah bermitra dengan banyak BPR di Indonesia. Komunal juga memfasilitasi deposito masyarakat Indonesia kepada BPR yang ada di Indonesia tanpa tatap muka serta paperless. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk