KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memastikan siap untuk mendorong pemanfaatan gas bumi dan menjaga ketahanan energi nasional. Komisaris Utama PGN, Arcandra Tahar, mengungkapkan, konsumsi energi kini kian meningkat seiring pemulihan pandemi Covid-19. Kendati demikian, ekonomi global kini tengah diharapkan pada potensi berkurangnya 4% pasokan minyak ke pasar dunia. Salah satu pemicunya yakni krisis Rusia-Ukraina yang terjadi sejak akhir tahun lalu.
Ini juga berkontribusi pada terdongkraknya harga energi serta mendorong lonjakan inflasi serta krisis energi di banyak negara.
Baca Juga: Tetap Bullish pada Industri Energi, Ini Kutipan Terbaik Warren Buffett Soal Minyak Arcandra melanjutkan, sejumlah strategi dilakukan oleh negara-negara Eropa untuk memenuhi kebutuhan energinya. Berkaca dari berbagai cara tersebut, Arcandra memastikan PGN siap meningkatkan peran dalam ketahanan energi dalam negeri. "Strategi-strategi yang dilakukan Eropa itu tentunya bisa menjadi
insight bagi kita dalam pengelolaan energi ke depan. Termasuk mendorong peran strategis PGN sebagai Subholding Gas untuk berperan semakin besar dalam pemenuhan gas bumi bagi sektor-sektor strategis di dalam negeri,” kata Arcandra dalam Media Gathering di Jakarta, Kamis (18/8). Arcandra mengungkapkan, konflik Rusia-Ukraina berimbas pada sektor pangan dan energi. Menurutnya, harga energi di Eropa kini semakin tinggi sebab sejumlah negara lebih fokus pada pengembangan energi baru terbarukan serta mulai membatasi eksplorasi industri migas. "Tantangan dunia hari ini adalah keterbatasan sumber energi akibat adanya perang dan pemulihan ekonomi yang positif akibat pandemi Covid-19. Banyak negara di Eropa yang mengalami krisis energi mulai kembali melakukan eksplorasi terhadap energi fosil yang sebelumnya mereka abaikan," imbuh Arcandra.
Baca Juga: Cermati Emiten Pelat Merah yang Berkinerja Hijau dan Layak Dikoleksi Arcandra mengungkapkan, ada dua paradigma dalam upaya mencapai target Net Zero Carbon pada 2050 hingga 2060 mendatang. Menurutnya, negara-negara Eropa berfokus pada pengembangan energi terbarukan dan membatas eksplorasi migas. Akan tetapi, di saat bersama, Amerika Serikat masih menempatkan energi fosil sebagai sumber energi utama. "Kita sudah lihat sejak tahun lalu Eropa mengalami krisis energi. Kondisi itu semakin parah ketika terjadi perang Rusia-Ukraina. Saat ini Eropa merespons ancaman energi ini dengan kembali mendorong eksplorasi dan eksploitasi minyak," jelas Arcandra. Sejumlah negara di Eropa diketahui telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat kembali pasokan energinya. Apalagi perang Rusia-Ukraina belum diketahui dengan pasti kapan akan berakhir. Contohnya, Norwegia yang sebelumnya berusaha memangkas produksi migas dari 4 juta barel per hari menjadi 1 juta barel per hari pada tahun 2050, saat ini justru menawarkan blok-blok migas baru.
Baca Juga: Menjaring Emiten Pelat Merah Berkinerja Hijau yang Menarik Dikoleksi Langkah yang sama juga dilakukan oleh Inggris dan Belanda yang mempercepat Final Investment Decisian (FID) pada blok-blok migas yang selama ini tersendat. Kedua negara juga mempermudah perijinan serta memberikan insentif pajak dan fiskal agar lapangan-lapangan marginal bisa segera dikembangkan.
“Di UK misalnya lapangan Cambo, Marigold, Murlach, Rosebank dan Glendronach akan FID segera. Beberapa lapangan di Belanda juga akan FID segera seperti lapangan N05-A yang berbatasan dengan Jerman. Hal ini tentu akan menambah produksi minyak dan gas di Eropa,” jelasnya. Cara lain yang ditempuh Eropa adalah mengganti operator (investor) agar lebih agresif dalam mengembangkan lapangan-lapangan yang selama ini terbengkalai. Termasuk mengalihkan aset-aset swasta ke BUMN untuk memberikan kepastian pengembangan sebuah lapangan migas segera dilakukan. Dukungan pemerintah dan kontrol penuh negara terhadap BUMN diharapkan mampu lebih memperkuat ketahanan energi di negara tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli