Belanja fiskal China melambat



BEIJING. Pemerintah China mulai mengerem pengeluaran. Tak heran, pertumbuhan belanja fiskal di negara itu pada bulan Agustus lalu lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya.

Mengutip Reuters, pada Agustus lalu, belanja fiskal tumbuh 6,2% secara tahunan. Padahal, di bulan Juli 2014, belanja fiskal China melompat 9,6% ketimbang periode yang sama tahun lalu.

Secara total, pengeluaran pemerintah China dalam delapan bulan pertama tahun ini mencapai RMB 9 triliun. Uang tersebut dicairkan untuk beberapa proyek, seperti proyek perumahan umum, sektor transportasi, kesehatan, pangan dan energi.


Di antara belanja pemerintah China, kenaikan paling tajam adalah pengeluaran untuk proyek perumahan umum yakni 28,3% menjadi RMB 294,5 miliar di bulan Agustus 2014 ketimbang periode yang sama tahun lalu.

Sedangkan peningkatan belanja transportasi hanya 24,2%. Sampai Agustus lalu, pengeluaran pemerintah untuk sektor transportasi US$ 624,1 miliar. Sementara itu, belanja pemerintah untuk cadangan minyak dan biji-bijian tumbuh 22,1% menjadi RMB 124,2 miliar.

Biro statistik China juga melansir data kenaikan produksi industri di bulan Agustus 2014 yang tak setinggi bulan sebelumnya. Pada Juli lalu, industri China berhasil tumbuh 9%. Tapi, pertumbuhan industri pada Agustus 2014 hanya 6,9% atau paling lambat sejak Desember 2008.

Ekonomi terancam

Pelambatan belanja fiskal dan pertumbuhan industri bisa menghambat pertumbuhan ekonomi negara Tirai Bambu tersebut. Analis di Australia & New Zealand Banking Group Ltd memproyeksikan pertumbuhan domestik bruto (PDB) China akan tergelincir antara 6,5% hingga 7% di kuartal III-2014. Angka ini lebih rendah dibandingkan realisasi angka PDB di kuartal II-2014 yang mencapai 7,5%.

Royal Bank of Scotland Group Plc memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China dari 7,6% menjadi 7,2%. "Kami masih mengharapkan pemerintah untuk meningkatkan investasi di sektor infrastruktur dan mengambil langkah-langkah pelonggaran moneter," ujar Louis Kuijs, Kepala Ekonom China di RBS, Hong Kong, seperti dikutip dari Bloomberg. Prediksi serupa dilontarkan Barclays Plc, yang menurunkan proyeksi pertumbuhan PDB China tahun ini dari 7,4% menjadi 7,2%.

Meski begitu, Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan, pemerintah tidak bisa mengandalkan stimulus moneter untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Jadi, menurutnya, pertumbuhan sedikit lebih tinggi atau lebih rendah dari target tahun ini yakni sebesar 7,5% masih bisa diterima asalkan pekerjaan dan pendapatan membaik.

Kevin Lai, Ekonom senior Daiwa Capital Markets Hong Kong, meramalkan pemerintah China di bawah pimpinan Li Keqiang kemungkinan besar akan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan hingga 7%.

"Jika anda menghapus lapisan pertumbuhan yang berhubungan dengan hal-hal korupsi, kelebihan kapasitas dan gelembung real estate, pertumbuhan PDB akan mungkin sekitar 5%," ujar Lai.            

Editor: Hendra Gunawan