JAKARTA. Seiring dengan tekanan inflasi yang lebih besar, tren penjualan eceran tahun 2017 diperkirakan meningkat berdasarkan survei Bank Indonesia (BI). Namun, para ekonom tak sependapat, dengan perkiraan penjualan eceran secara keseluruhan akan cenderung flat.Survei BI memperkirakan penjualan eceran diperkirakan akan meningkat pada bulan Mei 2017. Hal tersebut tercermin dari indeks ekspektasi penjualan (IEP) Mei 2017 yang sebesar 134,8 lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 119,3.“Peningkatan diindikasi sejalan dengan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang Ramadhan,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara dalam keterangan resmi, Kamis (9/3).
Dalam survei ini, secara tahunan penjualan eceran pada awal tahun 2017 tercatat tumbuh melambat. Survei menghasilkan Indeks Penjualan Riil (IPR) Januari 2017 tumbuh 6,3% year on year (yoy), lebih rendah dari 10,5% yoy pada Desember 2016. Ekonom Maybank Juniman mengatakan bahwa penjualan eceran memiliki siklus tersendiri. Pada Desember di mana adalah siklus akhir tahun yang memiliki banyak hari libur, penjualan eceran meningkat pesat. Namun kemudian di Januari biasanya kembali normal. Ia menambahkan, perlambatan yang terjadi di awal 2017 ini juga sejalan dengan melambatnya daya beli masyarakat yang disebabkan oleh naiknya inflasi. Inflasi pada tahun ini dipicu oleh naiknya harga yang diatur pemerintah atau
administered price. Diantaranya kenaikan tarif STNK, BPKB, BBM, dan listrik. Menurut Juniman, tren penjualan ritel ke depannya tergantung dengan inflasi karena upah-upah belum bisa naik tinggi akibat ekonomi masih lambat. Dengan demikian, upah tidak bisa imbang dengan kenaikan harga yang ada di tengah masyarakat. “Pada akhirnya membuat penjualan eceran ikut melambat. Daya beli turun. Konsumen mengurangi konsumsinya,” kata dia. Senada, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaningsih mengatakan bahwa bila melihat tren di belakang, kecuali pada saat faktor musiman, penjualan ritel khususnya sandang relatif flat dalam tiga tahun terakhir. “Jadi secara tren, tahun ini rasanya masih flat. Bahkan Januari 2017 sudah melambat dibanding Desember 2016, tetapi memang ini faktor musiman juga,” ucapnya. Ia juga menyoroti kekhawatiran turunnya daya beli masyarakat dikhawatirkan karena administered prices yang ternyata cukup besar efeknya. Ia mencatat, kenaikan TDL misalnya, apabila sudah naik seluruhnya bisa membuat kemampuan masyarakat untuk konsumsi akan tergerus. “Bila sudah naik tiga kali, masyarakat akan membayar listrik yang biasanya Rp 75.000 jadi Rp 250.000-an, itu menggerus kemampuan mereka di konsumsi yang lain. Jadi ada potensi,” ucapnya. Dengan demikian, Lana menilai bahwa sebaiknya TDL yang akan terjadi di Mei 2017 diundur untuk membantu masyarakat konsumsi pada saat lebaran, Ramadhan, dan tahun ajaran baru. “September mungkin sudah mulai berkurang tekanannya,” kata Lana. Ia melanjutkan, bila penjualan ritel turun, akan ada hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi pada 2017 yang ditargetkan 5,1%. Pasalnya, bila konsumsi masyarakat turun, konsumsi adalah penyumbang PDB terbesar yaitu 58%. Sementara apabila dikaitkan dengan indeks keyakinan konsumen, Lana menilai bahwa keyakinan konsumen saat ini belum begitu bagus. Namun, enam bulan ke depan ada harapan besar.
“Kalau kita balik ke 2004 pertama kali Presiden SBY menjabat, kelihatan tinggi sekali. Pemerintahan baru memberi optimisme pada keyakinan konsumen untuk 6 bulan mendatang. Mungkin ekonomi kita masih dibuai dengan harapan-harapan ekonomi membaik, belanja pemerintah akan besar. Khawatirnya, pola ini berulang,” jelasnya. BI sendiri memprediksi penjualan pada Agustus 2017 diperkirakan melambat, terindikasi dari penurunan IEP 6 bulan sebesar 2,5 poin dari sebesar 147,1 menjadi 144,6??. Namun, ekspektasi peningkatan penjualan eceran di bulan Mei 2017 tidak sejalan dengan penurunan Indeks Ekspektasi Harga umum (IEH) tiga bulan yang akan datang sebesar 140,2 lebih tinggi dari 134,1 pada bulan sebelumnya. Peningkatan tekanan kenaikan harga juga diperkirakan terjadi pada Agustus 2017 dengan IEH 6 bulan mendatang sebesar 134,1 lebih tinggi dari 132,3 pada bulan sebelumnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto