KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Serapan belanja pemerintah daerah (pemda) masih rendah menjelang akhir tahun anggaran 2025. Menjelang beberapa hari sebelum tutup buku, realisasi APBD belum optimal dan berpotensi menyisakan SiLPA yang besar. Berdasarkan data Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), belanja APBD 2025 baru terealisasi sebesar Rp 1.001,93 triliun hingga 20 Desember 2025. Angka tersebut setara 70,81% dari total pagu APBD 2025 yang mencapai Rp 1.414,88 triliun. Artinya, masih terdapat sekitar Rp 412,95 triliun anggaran daerah yang belum dibelanjakan. Dari total realisasi belanja tersebut, porsi terbesar masih terserap untuk belanja pegawai, yakni sekitar 40%. Sementara belanja barang dan jasa mencapai 28,95%, belanja modal sekitar 10,7%, dan sisanya dialokasikan untuk pos belanja lainnya.
Di sisi pendapatan, kinerja APBD relatif lebih baik. Hingga 20 Desember 2025, pendapatan daerah tercatat mencapai Rp 1.120,84 triliun atau 82,93% dari target pagu APBD 2025.
Baca Juga: Penyerapan Belanja APBD Lambat, Dana Pemda Rp 218,2 Triliun Menumpuk di Bank Mayoritas pendapatan daerah masih bersumber dari pemerintah pusat melalui Transfer ke Daerah (TKD) yang berkontribusi sekitar 66%. Adapun Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya menyumbang 29,18%, sementara sisanya berasal dari sumber pendapatan lain. Sementara itu, penerimaan pembiayaan APBD 2025 telah terkumpul sebesar Rp 58,01 triliun atau 70,09% dari pagu. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pengeluaran pembiayaan daerah yang baru mencapai Rp 7,88 triliun atau 42,99% dari pagu. Dengan melihat realisasi pendapatan, belanja, serta pembiayaan hingga 20 Desember 2025, perhitungan Kontan menunjukkan potensi SiLPA APBD 2025 diperkirakan mencapai sekitar Rp 169,03 triliun. Sejumlah ekonom menilai lambatnya realisasi belanja daerah hingga menyisakan SiLPA yang besar mencerminkan persoalan perencanaan anggaran. Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI Teuku Riefky mengatakan, efisiensi anggaran di awal tahun serta pemotongan TKD membuat Pemda kesulitan menyusun perencanaan dan implementasi belanja secara matang sepanjang tahun. “Karena efisiensi anggaran awal tahun dan pemotongan transfer daerah, Pemda jadi sulit membuat perencanaan dan implementasi belanja yang matang,” kata Riefky kepada Kontan, Minggu (21/12/2025). Ia menambahkan, kondisi ini menunjukkan lemahnya perencanaan fiskal di awal tahun. “Solusinya tentu perlu perencanaan anggaran yang lebih matang,” ujarnya. Daerah Mengerem Belanja Di sisi lain, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai lambatnya realisasi belanja APBD mengindikasikan adanya penahanan belanja oleh pemerintah pusat, khususnya melalui jalur TKD. “Masalahnya, kalau rem belanja dilakukan di TKD, maka yang dikorbankan adalah pertumbuhan ekonomi daerah,” ungkap Bhima kepada Kontan.
Baca Juga: Surati Semua Pemda, Purbaya Minta Penyerapan Dana APBD Dipercepat Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengakui, akselerasi belanja pemerintah pusat maupun daerah bukan perkara mudah di sisa tahun ini. Pasalnya, pemerintah telah memasuki masa tutup buku sekaligus persiapan penyusunan laporan keuangan. Suahasil juga menyebut masih terdapat dana kas Pemda yang mengendap cukup besar di perbankan, yakni mencapai total Rp 218,2 triliun per November 2025. Meski kondisi tiap daerah berbeda, pemerintah berharap belanja daerah dapat segera dituntaskan hingga akhir Desember 2025. “Kita berharap daerah akan segera menyelesaikan belanjanya di bulan Desember ini,” kata Suahasil belum lama ini. Senada, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Luky Alfirman menegaskan bahwa pemerintah tetap fokus menyelesaikan program prioritas Presiden dan pemerintah, meski waktu pelaksanaan anggaran semakin terbatas.
“Kita tetap fokus bagaimana menyelesaikan berbagai program prioritas pemerintah dan Presiden. Tapi kita juga menjaga spirit dari Inpres, di mana belanja-belanja yang tidak perlu dan tidak efisien itu tetap kita jaga,” ujar Luky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News