Belanja Perpajakan Rp 421 Triliun di 2025, Pengamat: Perlu untuk Tambahan Investasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan nilai belanja perpajakan atau tax expenditure pada 2025 mencapai Rp 421,82 triliun. Nilai belanja perpajakan tersebut meningkat dibandingkan tahun ini yang mencapai Rp 374,53 triliun.

Adapun porsi terbesar ditujukan untuk belanja perpajakan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN & PPnBM) sebesar Rp 262,3 triliun, atau meningkat dari tahun ini sebesar Rp 228,1 triliun.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai belanja perpajakan yang diperkirakan meningkat pada tahun 2025 itu sangat wajar. Sebab, pemerintah memang tengah memerlukan tambahan investasi untuk masuk ke Tanah Air.


Baca Juga: Belanja Perpajakan Tahun 2025 Diproyeksi Rp 421,82 Triliun, Ini Kata Pengamat

Selain itu, ada beberapa kebijakan insentif baru yang diterbitkan, contohnya pada pemberian insentif untuk pembangunan di Ibu Kota Nusantara (IKN).

"Idealnya, pemberian insentif memang diprioritaskan untuk kegiatan usaha yang porsinya terhadap pertumbuhan tinggi. Misalnya industri manufaktur," kata Wahyu kepada Kontan, Kamis (6/6).

Menurutnya, sektor manufaktur juga menyumbang serapan tenaga kerja besar karena bersifat padat karya. "Mengapa ini penting? Sebab, dengan menambah lapangan kerja maka jumlah masyarakat yang berpenghasilan juga bertambah," ujarnya.

Oleh karenanya, jika melihat di dalam Laporan Belanja Perpajakan yang dirilis, pemerintah memproyeksikan belanja pajak untuk sektor manufaktur merupakan yang paling besar dibanding sektor lainnya.

Dengan begitu, pemberian insentif tidak hanya terkait dengan upaya meningkatkan investasi atau menumbuhkan kegiatan ekonomi saja, tetapi pada ujungnya juga memberi kontribusi pada penerimaan pajak.

Baca Juga: Belanja Perpajakan Tahun 2025 Diproyeksi Capai Rp 421 Triliun

"Dengan banyaknya masyarakat yang memiliki penghasilan akibat perluasan lapangan kerja, maka daya beli masyarakat diharapkan dapat semakin kuat," jelasnya.

Ia menjelaskan, kegiatan ekonomi yang dibangun melalui investasi ini tidak hanya menjadi sumber penerimaan dari pajak penghasilan korporasi dan individu saja, tetapi juga dari konsumsi yang ditimbulkan.

"Inilah pentingnya pemberian insentif yang fokus pada sektor ekonomi yang memiliki kontribusi besar agar potensi penerimaan pajak yang hilang karena belanja perpajakan ini bisa diminimalisir dari penerimaan pajak yang timbul karena ekonomi di sektor tersebut tumbuh," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi