Belanja ritel Inggris menyusut



LONDON. Kemampuan belanja masyarakat Inggris masih terpengaruh efek Brexit. Penduduk Negeri Ratu Elizabeth masih memotong pengeluaran sepanjang bulan Agustus 2016 setelah boros berbelanja pada bulan sebelumnya.

Seperti dilansir Reuters, British Retail Consortium (BRC) mencatatkan pengeluaran konsumen pada Agustus 2016 turun 0,3% dari periode sama tahun lalu (year on year/yoy). Angka itu berbeda jauh dengan lonjakan pengeluaran di bulan Juli 2016 yang mencatat pertumbuhan sebesar 1,9%.

BRC menyatakan, belanja konsumen di Agustus merupakan level terendah sejak September 2014, dengan tidak menghitung efek liburan musim panas. Namun, BRC menegaskan, penurunan ini tidak lantas menunjukan reaksi negatif masyarakat pasca putusan Brexit. 


Kepala Eksekutif BRC Helen Dickinson menyatakan, hasil referendum Brexit tidak memberikan perubahan langsung terhadap kemampuan konsumen Inggris.

Dickinson juga menjelaskan, harus ada tindakan yang diambil mengenai kinerja konsumsi di bulan Agustus yang kurang bergairah. Apalagi, data keadaan ekonomi masih menunjukan fluktuasi.

Catatan saja, belanja konsumen selama ini menggerakkan sekaligus menopang ekonomi Inggris sejak masa pemulihan krisis keuangan  tahun 2008. Kekhawatiran pasar, belanja konsumen bakal terus melorot pasca Brexit.

Efek Brexit

Sejumlah indikator sudah menunjukkan penurunan. Misal, penurunan pembelian mobil baru sejak referendum tersebut. Ada pula sinyal pelemahan di pasar properti.

Bank Sentral Inggris atawa Bank of England (BoE) telah memperkirakan potensi peningkatan inflasi dan ketidakpastian mengenai hubungan dagang antara Inggris dan Uni Eropa (UE) di masa depan. Ini  akan menjadi beban bagi ekonomi negara tersebut selama beberapa bulan, bahkan beberapa tahun mendatang.

BRC menyatakan, terlepas dari perubahan jumlah toko ritel yang dibuka untuk konsumen selama 12 bulan terakhir, penjualan ritel turun 0,9% secara tahunan. Hal ini menurun drastis ketimbang kenaikan 1,1% di bulan Juli.

Secara kuartalan, penjualan ritel masih mampu naik tipis sebesar 0,6%. Tapi, pencapaian itu masih lebih rendah ketimbang penjualan selama kuartal I 2016. 

Faktor utama, penjualan sektor non-pangan terus menurun seiring dengan menurunnya jumlah konsumen di cuaca yang lebih hangat. Perusahaan sistem pembayaran, Barclaycard menyatakan, hasil survei tebraru menunjukkan bahwa hanya empat dari 10 konsumen yang menyatakan mereka percaya diri terhadap masa depan ekonomi Inggris pasca Brexit. 

Asal tahu saja, Bank Sentral Inggris telah mengerek suku bunga dari level terendah menjadi 0,25% pada bulan lalu. Bank of England akan kembali menaikkan bunga beberapa bulan ke depan. 

Selain konsumen ritel, korporasi juga tidak yakin terhadap ekonomi Inggris. Hasil survei Greenwich Associates menyebutkan, sekitar 45% dari perusahaan di Eropa memperkirakan, keputusan Brexit memberikan dampak negatif. Begitu pula 30% perusahaan asal Inggris yakin Brexit berdampak negatif terhadap masa depan bisnis.       

Editor: Rizki Caturini