Belanja subsidi pendorong kenaikan defisit



JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah menyerahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 ke Komisi XI DPR RI. Dalam RAPBN-P 2017, Kemkeu telah memasukkan potensi pelebaran defisit pembiayaan dari semula dalam APBN 2017 sebesar 2,41% dari produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,6% dari PDB.

Pelebaran defisit terjadi karena adanya perubahan komposisi dari sisi penerimaan dan belanja negara. Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemkeu Askolani, dari sisi belanja negara ada peningkatan lantaran ada kenaikan subsidi energi dan belanja lain yang mendesak.

Belanja yang meningkat bisa dari subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, dan elpiji 3 kilogram (kg), serta penambahan beberapa belanja lain yang mendesak, katanya ke KONTAN, Senin (3/7).


Menurut Askolani, dari ketiga subsidi tersebut, yang memiliki tambahan anggaran terbesar ialah subsidi elpiji 3 kg. Sementara anggaran subsidi BBM, menurutnya, kemungkinan tidak banyak berubah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang, naiknya anggaran subsidi elpiji 3 kg dalam RAPBN-P 2017 disebabkan tidak adanya kenaikan harga sejak 2007 silam. Di sisi lain jumlah volumenya tidak bisa dikontrol sehingga kenaikannya berasal dari perbedaan harga keekonomian dengan volume.

Sementara itu soal subsidi BBM yang tidak banyak berubah, Menkeu bilang telah dihitung dengan melihat kemampuan dari keuangan Pertamina. Sebab, bila ada perbedaan antara harga keekonomian dan harga yang ditentukan oleh pemerintah, menurut Sri Mulyani, yang harus menanggung beban adalah Pertamina.

Sebelumnya Sri Mulyani bilang porsi belanja negara dalam RAPBNP 2017 akan meningkat Rp 10 triliun dari yang telah dipatok dalam APBN 2017 sebesar Rp 2.080 triliun. Kenaikan anggaran itu selain untuk memenuhi kenaikan subsidi, juga untuk persiapan Asian Games, pengadaan sertifikasi lahan, dan persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan pemilihan presiden (Pilpres).

Ekonom sekaligus Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani mengatakan, apabila pemerintah tidak menambah subsidi BBM pada tahun ini, maka beban pembiayaan akan berada di pundak Pertamina. Jika Pertamina pendapatannya berkurang, maka juga akan berpengaruh ke dividen kepada pemerintah.

Harus dilihat sampai sejauh mana Pertamina mampu mendukung subsidi BBM ini. Saya melihat lebih baik volume BBM jenis premium dikurangi saja, sehingga masyarakat bisa terbiasa dengan naik turunnya harga BBM agar mereka bisa mengelola sendiri berapa pengeluarannya, kata Aviliani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie