JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum menerbitkan draft perubahan baru terkait aturan reksadana penyertaan terbatas (RDPT). Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK bilang, saat ini pihaknya masih melakukan pembahasan. "Ada sedikit kendala, salah satunya personil kami yang jumlahnya terbatas," ujarnya di Jakarta, Selasa 918/2) Selain itu, tak hanya beleid RDPT saja yang tengah dibahas OJK, melainkan ada beberapa aturan lainnya. Asal tahu saja, sebenarnya, draf perubahan aturan RDPT ini sudah ada.
Namun, kemudian kembali dirombak. Ditengarai, perubahan lantaran masih ada pro dan kontra terkait pengaturan RDPT portfolio efek. Asal tahu saja, aturan RDPT portfolio efek ini diterbitkan 2008. Penghitungan nilai aktiva bersih (NAB) RDPT portfolio efek tidak harus sesuai nilai pasar. NAB bisa dihitung berdasarkan harga pembelian efek. Sehingga, nilai dana investasi tidak akan tergerus ketika harga efek yang bersangkutan turun. Alhasil, laporan investasi investor pun tetap kinclong. Nah, ketika aturan ini diterbitkan, terjadi gejolak hebat di pasar keuangan. Harga saham dan obligasi merosot tajam. Nah, produk investasi itu kemudian dimanfaatkan sejumlah perusahaan asuransi dan dana pensiun (dapen) untuk memoles laporan keuangan hasil investasinya. Menurut informasi yang diterima KONTAN, mayoritas atau sekitar 80% institusi yang memarkirkan dananya di produk RDPT portofolio efek ini adalah perusahaan pelat merah alias BUMN. Total dana kelolaan masih sekitar Rp 32 triliun. Ketika dikonfirmasi, Nurhaida enggan mengomentari hal ini. "Ah, kata siapa (banyak dana milik institusi BUMN)?," elaknya. Sekadar tambahan informasi, pada 2010 lalu, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) mengeluarkan surat edaran (SE). Isinya, produk RDPT harus memiliki aset dasar sektor riil. Sehingga, investor tidak diperkenankan untuk melakukan tambahan investasi (top up) pada RDPT portofolio efek. Sementara itu, pada draf perubahan aturan RDPT oleh OJK disebutkan, RDPT hanya diperbolehkan berinvestasi pada efek yang tidak ditawarkan melalui penawaran umum guna pendanaan sektor riil. Manajer investasi yang telah mengelola RDPT portfolio efek wajib menyesuaikan dengan peraturan ini paling lambat tiga tahun sejak peraturan ini ditetapkan. Artinya, RDPT portfolio efek harus dibubarkan. Semula, OJK menargetkan aturan ini bisa diterbitkan 2014. Namun, hingga kini masih terdapat pro dan kontra terkait aturan ini. Kabarnya, ada tiga opsi menjadi pertimbangan pembahasan.
Pertama, RDPT sektor riil dibuat aturan baru, sedangkan RDPT efek mengacu pada aturan lama.
Kedua, aturan RDPT dirombak dan khusus dibuat untuk RDPT sektor riil. Sementara RDPT efek diberi tenggat waktu sebelum dibubarkan.
Ketiga, aturan RDPT sektor riil dan RDPT efek dibuat aturan baru. Namun, pada aturan baru RDPT efek ditentukan harus dihitung berdasarkan
marked to market. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri