Beleid baru pajak bisa hambat investasi



JAKARTA. Kantor pajak rupanya tengah menyiapkan sejumlah aturan  demi bisa mengeruk setoran pajak lebih besar untuk tahun ini dan tahun depan. Aturan itu antara lain pengetatan pos anggaran yang bisa dianggap sebagai biaya pengurang penghasilan bruto hingga mengenakan tarif pajak yang baru.

Pengusaha mengingatkan agar pajak mengambil sikap hati-hati.  Pelbagai aturan baru itu bisa kontra-produktif bagi penerimaan perpajakan. Sebab, salah-salah, bukan penerimaan pajak yang naik tapi banyak pengusaha yang susah untuk bertahan hidup. Akibatnya, pengusaha rugi dan tak mampu menyetor pajak.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, memahami upaya pemerintah untuk mendorong penerimaan pajak nasional. Tapi, ia meminta berhati-hati dalam penerapan aturan, sebab bisa mengurangi daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi.


Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan pemerintah akan melakukan intensifikasi pajak dengan cara meningkatkan ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak. Pasalnya, "Selama ini walaupun ada wajib pajak, namun yang betul-betul bayar pajak masih rendah sekali. Kalau bisa ditingkatkan sesuai potensi dan bisa taat terhadap peraturan, potensi penerimaan pajak  masih besar," kata Agus.

Menurut Agus, selama ini dari potensi wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan yang ada, baru sekitar 10%- 14% yang membayar pajak. Makanya, selain melakukan ekstensifikasi, pemerintah juga bakal melakukan intensifikasi dan perbaikan penerimaan pajak dari wajib pajak.

Berbagai kebijakan baru juga bakal digelontorkan tahun ini (lihat tabel). Salah satunya adalah mengatur beban bunga utang yang bisa diklaim sebagai biaya. Untuk itu, pemerintah ingin membatasi rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio). Beleid seperti ini pernah diterapkan pada tahun 1980an tapi hanya bertahan setahun lalu dicabut lagi karena ada penolakan.

Menyisir WP baruKadin berpendapat, perlu ada kajian yang matang dan konsultasi dengan dunia usaha sebelum pemerintah menerapkan beberapa aturan baru di bidang perpajakan. Kadin lebih senang apabila kantor pajak terus memperluas basis pajak dengan cara mempermudah orang berinvestasi di Indonesia. Dengan cara ini, ia yakin justru penerimaan pajak bakal meningkat. "Upaya intensifikasi untuk meningkatkan pendapatan pajak boleh-boleh saja, tapi jangan lupa upaya ekstensifikasi. Kuenya yang harus diperbesar," kata Suryo, Rabu (30/1).

Ekonom BCA, David Sumual, setuju bila saat ini rasio penerimaan pajak Indonesia masih rendah. Namun, ia tak sepakat jika pemerintah melakukan ekstensifikasi pajak terlalu gencar. Pasalnya, jika tak hati-hati, penerapan aturan pajak baru bisa mengganggu arus investasi ke depan. "Harusnya pemerintah memastikan belanjanya maksimal dulu, dan perlu memilah-milah lagi pengenaan berbagai jenis pajaknya," ujarnya, Kamis (31/1).

Agar minat masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, David berpendapat, pemerintah perlu memperbaiki kualitas belanja dan menggunakan penerimaan pajak untuk belanja produktif. "Selama ini, penerimaan pajak juga banyak digunakan untuk menambal beban subsidi energi yang terus membengkak dan belanja yang tidak perlu," kata David.

Pendapat senada diungkapkan Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih. Lana melihat sebenarnya potensi dari wajib pajak yang sudah ada di Indonesia masih cukup besar dan belum maksimal. Tapi, sebaiknya pemerintah fokus ke intensifikasi ketimbang menambah pungutan pajak baru.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan