JAKARTA. Ban asal Indonesia kesulitan masuk pasar Brasil. Pasalnya, pemerintah Negeri Samba itu menerapkan aturan impor yang mengharuskan importir memiliki surat keterangan asal (SKA) lebih dulu sebelum pemerintah setempat mengeluarkan sertifikat impor.Atase Perdagangan Brazil Sahat Sitorus menjelaskan, aturan tersebut tidak lazim karena negara lainnya merilis sertifikat impor terlebih dahulu, kemudian SKA."Ini terbalik izin yang mereka minta, dan ini memprsulit ekspor ban masuk ke Brazil," jelas Sahat di Jakarta, Jumat (15/10). Selain soal SKA, dalam beleid impor ban Brazil tersebut juga menjelaskan mengenai adanya aturan untuk membuat tempat penampungan (storage) ban bekas jikalau importir ban sudah menjual lebih dari 300.000 unit ban di Brazil. "Aturan ini tentu menambah biaya lagi, karena lahan yang dibutuhkan untuk penampungan ban itu bisa ribuan meter," teran Sahat.Celakanya, beleid ini hanya diterapkan untuk impor ban yang banyak diusung dari negara-negara di Asia seperti Thailand, Malaysia, Korea dan Indonesia. Di Brasil, pasar ban impor dikuasai oleh Thailand, lalu Malaysia dan posisi ketiga diisi oleh Indonesia. Sesungguhnya, beleid tersebut sudah dirilis sejak tahun 2009 dan menuai protes dari negara-negara eksportir. Negosiasi masih menggelinding diantara pelaku bisnis dan belum mencapai titik temu. "Eksportir sekarang berusaha melakukan negosiasi dengan pemerintah Brazil, karena ini bisa disebut diskriminasi," jelasnya.Negosiasi ini belum menyentuh level pemerintah Indonesia dengan pemerintah Brasil. Namun tidak tertutup kemungkinan pemerintah Indonesia mempertanyakan kebijakan dari Brazil tersebut.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Beleid Brasil ancam ban dari Indonesia
JAKARTA. Ban asal Indonesia kesulitan masuk pasar Brasil. Pasalnya, pemerintah Negeri Samba itu menerapkan aturan impor yang mengharuskan importir memiliki surat keterangan asal (SKA) lebih dulu sebelum pemerintah setempat mengeluarkan sertifikat impor.Atase Perdagangan Brazil Sahat Sitorus menjelaskan, aturan tersebut tidak lazim karena negara lainnya merilis sertifikat impor terlebih dahulu, kemudian SKA."Ini terbalik izin yang mereka minta, dan ini memprsulit ekspor ban masuk ke Brazil," jelas Sahat di Jakarta, Jumat (15/10). Selain soal SKA, dalam beleid impor ban Brazil tersebut juga menjelaskan mengenai adanya aturan untuk membuat tempat penampungan (storage) ban bekas jikalau importir ban sudah menjual lebih dari 300.000 unit ban di Brazil. "Aturan ini tentu menambah biaya lagi, karena lahan yang dibutuhkan untuk penampungan ban itu bisa ribuan meter," teran Sahat.Celakanya, beleid ini hanya diterapkan untuk impor ban yang banyak diusung dari negara-negara di Asia seperti Thailand, Malaysia, Korea dan Indonesia. Di Brasil, pasar ban impor dikuasai oleh Thailand, lalu Malaysia dan posisi ketiga diisi oleh Indonesia. Sesungguhnya, beleid tersebut sudah dirilis sejak tahun 2009 dan menuai protes dari negara-negara eksportir. Negosiasi masih menggelinding diantara pelaku bisnis dan belum mencapai titik temu. "Eksportir sekarang berusaha melakukan negosiasi dengan pemerintah Brazil, karena ini bisa disebut diskriminasi," jelasnya.Negosiasi ini belum menyentuh level pemerintah Indonesia dengan pemerintah Brasil. Namun tidak tertutup kemungkinan pemerintah Indonesia mempertanyakan kebijakan dari Brazil tersebut.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News