Beleid DMO bikin masam Bukit Asam



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk sejatinya masih mampu membukukan kinerja keuangan yang solid sepanjang semester I-2018. Namun, tak dipungkiri kebijakan pasokan batubara dalam negeri alias domestic market obligation (DMO) turut mempengaruhi kinerja emiten berkode saham PTBA ini.

Sebagai catatan, pendapatan PTBA menanjak 17,4% menjadi Rp 10,52 triliun pada paruh pertama 2018. Laba bersih perusahaan pelat merah ini juga melesat 49,4% menjadi Rp 2,57 triliun di periode yang sama.

Tetapi, secara kuartalan, pendapatan PTBA justru terkikis 16,9% menjadi Rp 4,77 triliun dibanding kuartal I-2018. Begitu pula dengan laba bersihnya, yang melorot 22,5% menjadi Rp 1,12 triliun.


Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan menjelaskan, penurunan kinerja pada kuartal dua merupakan imbas dari peraturan DMO yang mematok harga batubara bagi Perusahaan Listrik Negara senilai US$ 70 per ton. "Regulasi tersebut membuat beberapa pembeli batubara PTBA meminta negosiasi ulang harga," ujar dia dalam riset 23 Juli.

Akibatnya, harga jual rata-rata atau average selling price batubara PTBA turun 11,4% (qoq) di kuartal dua menjadi Rp 790.567 per ton. Sedang volume penjualan batubara PTBA turun sekitar 6% (qoq) jadi 5,9 juta ton.

Beruntung, produksi batubara PTBA tetap melonjak 12,3% (qoq) menjadi 5,9 juta ton. Jika diakumulasikan, produksi batubara PTBA mencapai 11,2 juta ton hingga akhir Juni lalu atau naik 18,9% dari periode yang sama tahun 2017. Hasil tersebut membuat kinerja PTBA untuk semester pertama tetap positif.

Genjot ekspor

Lebih lanjut, porsi ekspor penjualan batubara PTBA yang mencapai 48% pada semester I-2018 dapat menjadi modal berharga. Vice President Research Department Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya menjelaskan, dengan tren pelemahan rupiah yang masih bisa berlanjut, porsi ekspor yang besar di atas kertas dapat menguntungkan PTBA.

Mengingat emiten tersebut berpeluang memperoleh keuntungan kurs. Belum lagi, perusahaan ini juga bisa menjual produknya sesuai dengan harga pasar dunia.

Hanya saja, keuntungan tersebut bergantung pada kapan waktu transaksi atau jatuh tempo pembayaran dari pelanggan terjadi. "Jika aktivitas penjualan PTBA dilakukan saat rupiah menguat, dampaknya normal," tutur William.

Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy yakin secara jangka panjang kinerja PTBA masih baik. Ini ditunjang berbagai proyek ekspansi perusahaan. Misalnya, pembangunan PLTU di Muara Enim yang dimulai pada awal kuartal tiga tahun ini. Selain itu, PTBA juga akan membangun jalur kereta di kawasan Sumsel untuk memudahkan distribusi batubara.

Ia pun masih merekomendasikan beli PTBA dengan target harga Rp 4.845 per saham. Robertus memprediksi pendapatan PTBA bisa mencapai Rp 22,31 triliun di akhir tahun nanti, sedangkan laba bersihnya mencapai Rp 5,64 triliun.

Sementara itu, Andy menyarankan trading buy PTBA dengan target harga Rp 5.000 per saham. Sedangkan William merekomendasikan hold PTBA dengan target harga Rp 4.500 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati