Beleid ekspor dan impor bajakan akan segera terbit



JAKARTA. Pemerintah menyatakan akan segera menerbitkan payung hukum yang mengatur mengenai pengendalian ekspor dan impor produk bajakan atawa produk hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Beleid tersebut akan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Heru Pambudi mengatakan, rencana PP yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tersebut diterbitkan dalam rangka menerapkan prinsip dasar untuk menegakkan hukum dan menertibkan pelanggaran. Ketentuan tersebut juga bertujuan untuk melindungi kemungkinan penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang mempunyai maksud merugikan pemegang HAKI.

"Kalau itu tidak ditegakkan, itu nanti tidak fair," kata Heru kepada KONTAN, Minggu (29/1). Sayangnya, Heru tidak bisa memperinci potensinya.


Pengendalian impor atau ekspor barang hasil pelanggaran HAKI diawali dengan tindakan penangguhan pengeluaran oleh Ditjen Bea dan Cukai atas barang yang diduga hasil pelanggaran HAKI. Penangguhan tersebut bisa didasarkan atas permintaan dari pemilik atau pemegang HAKI yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

Nantinya Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat Ditjen Bea dan Cukai di wilayah kerja pengadilan yang bersangkutan. Tak hanya itu, penangguhan juga bisa dilakukan karena jabatan oleh pejabat Ditjen Bea dan Cukai.

Pejabat Ditjen Bea dan Cukai kemudian menangguhkan pengeluaran barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran HAKI untuk jangka waktu paling lama sepuluh hari kerja dan bisa diperpanjang satu kali sepuluh hari kerja.

Jika setelah penundaan tidak terbukti telah terjadi pelanggaran HAKI, maka pihak pemilik barang berhak memperoleh ganti rugi dari pihak yang memperoleh penangguhan. Tak hanya itu, pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara juga dapat memerintahkan agar jaminan yang diserahkan pihak yang meminta penangguhan digunakan sebagai pembayaran atau bagian pembayaran ganti rugi yang harus dibayar.

Adapun barang yang dikecualikan dari ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran HAKI, yaitu barang bawaan penumpang, barang bawaan sarana pengangkut, barang bawaan pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos atau jasa titipan yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial.

Lebih lanjut menurut Heru, di tingkat kementerian, rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang mengatur kebijakan tersebut telah disetujui. "Sekarang tunggu proses formilnya. Kalau ini jalan, kita langsung jalankan di lapangan dan koordinasi dengan semua pihak," tambahnya.

Heru memperkirakan, beleid tersebut segera terbit di tahun ini yang dilanjutkan dengan penerbitan aturan-aturan turunannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie