JAKARTA. Kebijakan pemerintah melarang ekspor bijih mineral langsung berdampak buruk pada kinerja keuangan PT Antam Tbk (ANTM). Berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2014 yang baru dirilis, Minggu (1/6), Antam harus puas membukukan rugi bersih Rp 272,61 miliar. Perolehan ini jelas jauh dari memuaskan lantaran pada kuartal I 2013 Antam masih meraih laba bersih Rp 407,66 miliar. Jika dirunut, rugi bersih itu tidak terlepas dari penurunan penjualan yang diderita Antam. Per Januari-Maret 2014, Antam hanya membukukan penjualan Rp 2,3 triliun, anjlok 31,03% dibandingkan periode sama tahun lalu yang Rp 3,34 triliun. Penurunan penjualan tidak terelakkan lantaran Antam sudah tidak bisa mengekspor bijih nikel dan bijih bauksit.
Di kuartal I 2014, Antam memang masih bisa meraih kontribusi Rp 86,99 miliar dari penjualan bijih nikel. Namun, jumlah tersebut turun jauh dibandingkan periode sama tahun lalu yang senilai Rp 1,11 triliun. Tato Miraza, Direktur Utama sebelumnya mengakui, perusahaan bakal kehilangan potensi pendapatan dari ekspor bijih nikel senilai US$ 350 juta-US$ 400 juta di tahun 2014 ini. "Itu kontribusi dari ekspor bijih nikel yang mencapai 35% dari pendapatan tahun lalu," kata Tato selepas Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Antam di Jakarta, Maret lalu. Lantaran tidak bisa lagi mengekspor bijih nikel, Antam akan menerapkan beberapa strategi agar performa keuangannya tidak turun terlalu dalam. Antam misalnya akan melakukan efisiensi dengan cara menerapkan skala prioritas dalam pengembangan proyek. Tato bilang, Antam akan menunda beberapa proyek yang memang bisa ditunda dan tidak terlalu mendesak. Sebaliknya, Antam akan memacu finalisasi proyek yang strategis seperti pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan. Pabrik yang bakal segera beroperasi pada April mendatang ini memang diharapkan mampu memberikan tambahan pendapatan di tahun ini.