Beleid Pembatasan Impor Menyulitkan Pengusaha Sepatu Lokal



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengkritisi kebijakan impor yang tertera dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36 Tahun 2023 yang kini telah direvisi menjadi Permendag No. 3 Tahun 2024.

Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri mengaku beleid terbaru ini membuat para produsen sepatu lokal kesulitan mengimpor sampel sepatu. Kini, kegiatan impor sampel sepatu harus melalui rekomendasi dari pemerintah dengan mekanisme larangan dan pembatasan (lartas) biasa. Artinya ada prosedur yang lebih rumit untuk sekadar impor sampel produk.

Padahal, sampel sepatu menjadi kunci utama bagi pihak produsen untuk dapat memperoleh pesanan ke pasar ekspor. 


"Kalau kirim sampel dari luar negeri saja dipersulit, ujung-ujungnya pemerintah malah menghambat laju ekspor untuk peningkatan devisa negara," kata dia, Kamis (21/3).

Baca Juga: Aturan Impor Masih Menimbulkan Keluhan dari Berbagai Kalangan Pengusaha

Biasanya, para produsen alas kaki mengimpor sampel sepatu dalam jumlah terbatas sekitar 20-25 pasang. Karena jumlahnya kecil, umumnya impor sampel tersebut dilakukan melalui mekanisme pengiriman paket yang tentu tetap dikenakan pajak, bea masuk, dan biaya lain-lain.

Aprisindo juga menemukan kasus pebisnis alas kaki yang kesulitan memesan kain untuk kebutuhan produksinya. Usut punya usut, pihak produsen kain ternyata ikut terdampak pengetatan impor bahan baku kain, sehingga mereka tidak bisa menyelesaikan pesanan kain untuk pelanggan di industri alas kaki.

Ada pula kasus di mana sejumlah merek alas kaki lokal yang kesulitan memesan bahan baku yang sesuai kebutuhan mereka. Padahal, produsen tersebut sedang berusaha mengamankan stok jelang musim libur Lebaran 2024. Akhirnya ada produsen yang memilih impor dalam bentuk produk jadi.

Baca Juga: Pengusaha Sepatu Minta Pemerintah Tindak Tegas Impor Ilegal dan Jastip

Bahkan, menurut Aprisindo, keberadaan Permendag 36/2023 justru membuat para pengusaha alas kaki tidak pernah mendapat kepastian berapa banyak permohonan impor bahan baku yang akan disetujui pemerintah. 

"Sebab, prosedur perhitungan kuotanya tidak jelas dan cenderung gelap, sehingga persetujuan impor banyak dipengaruhi oleh unsur diskresi," tandas Firman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi