JAKARTA. Setelah hampir lima tahun, pemerintah akhirnya menerbitkan juga aturan pelaksana dari ayat 4 Pasal 24 Uu Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. Aturan pelaksana tersebut berupa penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2009 bertajuk perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan Spesifik Lokasi. Di dalam PP yang diterbitkan 24 Maret 2009 itu disebutkan, pemerintah menetapkan adanya wilayah geografis penghasil produk perkebunan spesifik lokasi (WGPPSL). Yakni, derah asal suatu produk perkebunan yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam dan atau faktor manusia yang tidak dapat dihasilkan di wilayah lain. Ayat 1 Pasal 3 PP 31/2009 yang salinannya KONTAN miliki menyebutkan, produk perkebunan spesifik lokasi yang dilindungi kelestariannya adalah enam komoditas pertanian. Pertama, tanaman kopi. Kedua, tembakau. Ketiga, kayu manis. Keempat, lada. Kelima, kakao, dan keenam tanaman teh. Nah daerah atau wilayah yang ditanami keenam komoditas perkebunan itulah yang ditetapkan sebagai WGPPPSL. "Jadi selain jenis tanaman yang sudah di tanam, tidak boleh di tanam tanaman lain," ujar Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Achmad Mangga Barani kepada KONTAN, Kamis (16/4). Achmad melanjutkan, di luar enam komoditas perkebunan yang telah ditetapkan tersebut, berdasarkan isi Ayat 3 Pasal 3 PP 31/2009 maka menteri pertanian berhak menambah jenis komoditas yang dilindungi wilayah penanamannya. "Tapi untuk beberapa waktu kedepan masih keenam komoditas perkebunan itu," sambungnya. Menurut dia, tujuan dari penerbitan PP tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan Spesifik Lokasi itu adalah untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu, untuk menjaga kelestarian kawasan dan produk-produk budidaya suatu wilayah geografis yang memiliki mutu dan kekhasan cita rasa serta reputasi atawa ketenaran yang baik. Pemerintah juga berharap dengan adanya perlindungan WGPPSL dapat mempertahankan mutu dan cita rasa spesifik serta meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk budidaya. "Dan itu dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan masyarakat pada wilayah geografis penghasil produk budidaya spesifik," paparnya. WGPPSL sendiri nantinya akan diterbitkan oleh menteri pertanian berdasarkan masukan dari tim perumusan WGPPSL yang didalamnya terdapat pelaku usaha dan masyarakat. Untuk itu, akan dilakukan validasi setiap enam bulan sekali. Pasal 12 PP 31/2009 menegaskan, WGPPPSL yang telah ditetapkan, dilarang dialihfungsikan untuk kepntingan lain. Untuk memantau pelaksanaannya, maka mulai dari menteri pertanian dan gubernur hingga bupati atau walikota ditugaskan untujk melakukan pembinaan dan pengawasan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Beleid Perkebunan Akhirnya Muncul Juga
JAKARTA. Setelah hampir lima tahun, pemerintah akhirnya menerbitkan juga aturan pelaksana dari ayat 4 Pasal 24 Uu Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan. Aturan pelaksana tersebut berupa penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2009 bertajuk perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan Spesifik Lokasi. Di dalam PP yang diterbitkan 24 Maret 2009 itu disebutkan, pemerintah menetapkan adanya wilayah geografis penghasil produk perkebunan spesifik lokasi (WGPPSL). Yakni, derah asal suatu produk perkebunan yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam dan atau faktor manusia yang tidak dapat dihasilkan di wilayah lain. Ayat 1 Pasal 3 PP 31/2009 yang salinannya KONTAN miliki menyebutkan, produk perkebunan spesifik lokasi yang dilindungi kelestariannya adalah enam komoditas pertanian. Pertama, tanaman kopi. Kedua, tembakau. Ketiga, kayu manis. Keempat, lada. Kelima, kakao, dan keenam tanaman teh. Nah daerah atau wilayah yang ditanami keenam komoditas perkebunan itulah yang ditetapkan sebagai WGPPPSL. "Jadi selain jenis tanaman yang sudah di tanam, tidak boleh di tanam tanaman lain," ujar Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Achmad Mangga Barani kepada KONTAN, Kamis (16/4). Achmad melanjutkan, di luar enam komoditas perkebunan yang telah ditetapkan tersebut, berdasarkan isi Ayat 3 Pasal 3 PP 31/2009 maka menteri pertanian berhak menambah jenis komoditas yang dilindungi wilayah penanamannya. "Tapi untuk beberapa waktu kedepan masih keenam komoditas perkebunan itu," sambungnya. Menurut dia, tujuan dari penerbitan PP tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan Spesifik Lokasi itu adalah untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu, untuk menjaga kelestarian kawasan dan produk-produk budidaya suatu wilayah geografis yang memiliki mutu dan kekhasan cita rasa serta reputasi atawa ketenaran yang baik. Pemerintah juga berharap dengan adanya perlindungan WGPPSL dapat mempertahankan mutu dan cita rasa spesifik serta meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk budidaya. "Dan itu dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan masyarakat pada wilayah geografis penghasil produk budidaya spesifik," paparnya. WGPPSL sendiri nantinya akan diterbitkan oleh menteri pertanian berdasarkan masukan dari tim perumusan WGPPSL yang didalamnya terdapat pelaku usaha dan masyarakat. Untuk itu, akan dilakukan validasi setiap enam bulan sekali. Pasal 12 PP 31/2009 menegaskan, WGPPPSL yang telah ditetapkan, dilarang dialihfungsikan untuk kepntingan lain. Untuk memantau pelaksanaannya, maka mulai dari menteri pertanian dan gubernur hingga bupati atau walikota ditugaskan untujk melakukan pembinaan dan pengawasan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News