KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26 Tahun 2021 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap akhirnya diimplementasikan. Sejumlah pelaku usaha berharap dengan diterapkannya Permen PLTS Atap dapat meningkatkan penggunaan pembangkit energi surya ini di semua sektor bisnis. Permen ESDM No. 26 Tahun 2021 memuat sejumlah ketentuan baru. Salah satu ketentuan anyar yang cukup mendapat sorotan di antaranya ialah perubahan ketentuan ekspor-impor kWh listrik ke dan dari jaringan PLN dari semula 0,65:1 menjadi 1:1. Dengan ketentuan ini, pelanggan/pengguna PLTS atap bisa mengekspor/menjual 100% produksi listriknya ke PLN. Ekspor listrik tersebut pada gilirannya akan digunakan dalam perhitungan energi listrik pelanggan pengguna PLTS atap dan bisa mengurangi tagihan listrik pelanggan.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengatakan Permen PLTS Atap baru saja resmi diimplementasikan sehingga masih menunggu respon dari konsumen listrik.
Baca Juga: Dirjen EBTKE ESDM: PLTS Atap Tidak Bikin Cashflow PLN Merugi "Walaupun demikian, dalam 2 tahun terakhir terjadi peningkatan penggunaan PLTS Atap khususnya pelanggan commercial and industry (C&I) dan residensial," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (6/2). Fabby mengungkapkan kapasitas PLTS Atap di akhir 2021 mencapai 39 MW. Adapun jika melihat perkembangan tiga tahun terakhir, terjadi kenaikan kapasitas hingga 7 kali lipat dalam periode 2019 sampai dengan akhir 2021. Ketum AESI memaparkan lebih lanjut, sejauh ini kapasitas PLTS Atap untuk residensial masih lebih besar daripada sektor komersial dan industri. Tetapi sejak 2021, pertumbuhan penggunaan PLTS pada sektor komersial dan industri semakin cepat. Fabby mengestimasi, tahun ini ada potensi 100 MW sampai 200 MW di sektor komersial dan industri. Dia mengungkapkan bahwa penggunaan PLTS Atap pada sektor komersial dan industri sedikit terkendala pada dua tahun terakhir. "Untuk PLTS Atap di komersial dan industri dalam 2 tahun terakhir sedikit terkendala, karena proses untuk mendapatkan izin oleh PLN cukup lama dan sering terkendala. Penundaan implementasi Permen 26/2021 juga membuat konsumen jadinya wait & see," ujar Fabby. Dengan diimplementasikannya Permen ESDM No 26 tahun 2021, Fabby menilai PLTS Atap menjadi sedikit lebih ekonomis. Lebih jelasnya, untuk segmen residensial, pengembalian investasi turun dari di atas 10 tahun menjadi 7 tahun hingga 8 tahun dengan tarif listrik sekarang. Sedangkan untuk industri dengan adanya ketentuan ini, seharusnya proses perizinan untuk pemasangan bisa lebih mudah. Secara umum, Fabby melihat bahwa potensi PLTS Atap untuk industri cukup besar, apalagi banyak perusahaan berupaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sedangkan untuk rumah tangga, paling tidak ada potensi 1,5 juta rumah tangga yang bisa pasang PLTS Atap. Kalau kondisi2 seperti ini positif maka permintaan PLTS Atap bisa lebih tinggi dan target pemerintah untuk mencapai target 3,6 GW PLTS di 2024 bisa tercapai.
Baca Juga: Selain Jadi Pelanggan, Pemilik PLTS Atap Bisa Cuan dari Ekspor Listrik Dari sisi korporasi, Chief Commercial Officer (CCO) SUN Energy, Dionpius Jefferson melihat peningkatan dari segi industri dan residensial sama saja. Pasalnya, Permen ESDM No 26 Tahun 2021 ini memang berpengaruh terhadap penghematan yang bisa didapatkan pelanggan. "Kalau dari jumlah pelanggan SUN Energy, pasti lebih banyak dari sektor perumahan. Tetapi kalau dari kapasitas MWP sebanyak 90% dari sektor industri," jelasnya saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (4/2). Untuk mempersiapkan diri menghadapi peningkatan permintaan PLTS Atap di tahun ini, SUN Energy memperbanyak warehouse untuk stok produk. "Ini juga sejalan dalam mengantisipasi demand yang naik dan harga panel yang naik juga setelah tahun baru China," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi