Beleid premi program restrukturisasi perbankan menunggu restu presiden Jokowi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Regulasi premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) segera terbit. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menyatakan saat ini pihaknya telah menyerahkan rancangannya kepada Presiden.

“Regulasinya nanti akan berupa Peraturan Pemerintah, draf sudah beres dan sudah kami kirim ke Istana. Sekarang tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden,” kata Halim, Rabu (31/7).

Pungutan baru bagi bank ini merupakan turunan dari ketentuan UU 9/2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Dalam ketentuannya negara mesti membentuk dana resolusi (resolution fund) untuk membiayai upaya penyehatan bank yang gagal secara sistemik.


Dana resolusi dihimpun berdasarkan sejumlah persentase dari Pendapatan Domsetik Bruto (PDB), yang dalam hal ini akan mengacu PDB pada 2017. Nah perbankan bertugas membayar premi PRP hingga target pengumpulan dana resolusinya tercapai

“Besaran preminya tidak terlalu besar, di kisaran 0,004% hingga 0,007% dari total aset bank. Sementara untuk bank dengan aset di bawah Rp 1 triliun, BUKU (Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I, dan BPR (Bank Perkreditan Rakyat) besarannya 0%,” lanjut Halim.

Sebelumnya kepada Kontan.co.id, Direktur Eksekutif LPS Fauzi Ichsan bilang, beban premi ini juga akan dibagi perkategori. Bank dengan kategori aset yang besar akan membayar premi maksimal 0,007%.

Sementara Halim menambahkan untuk mengejar target dana resolusi tersebut, pembayaran premi akan dilakukan selama 30 tahun. Sayangnya ia tak merinci bagaimana skema pembayarannya. Meski demikian, perbankan masih memiliki waktu tenggang selama tiga tahun setelah regulasinya terbit untuk mulai membayar premi PRP.

“Yang jelas dicicil, tapi nanti jelasnya kita tunggu regulasinya diresmikan saja ya,” lanjutnya.

Beberapa bankir sebelumnya menyatakan kepada Kontan.co.id bahwa mereka menolak pengenaan premi PRP ini.

Ada dua alasan utama, pertama pengenaan Premi PRP memberatkan industri perbankan, sebab selama ini bank juga telah dipungut premi penjaminan simpanan oleh LPS dua kali dalam setahun dengan nilai 0,2% dari dana pihak ketiga (DPK) bank. Selain itu bank juga harus membayar iuran OJK tiap tahun sebesar 0,045% dari total nilai aset.

Alasan kedua, skema dana resolusi ini sejatinya tak cocok dengan konsep bail in. Sebab, seluruh industri perbankan mesti menanggung satu atau dua bank yang mengalami kegagalan sistemik. Pun, besaran premi yang dibayarkan berdasarkan aset dinilai tak adil. Semestinya besaran premi didasarkan oleh profil resiko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .