Beleid Terbaru, Menteri Keuangan Dapat Mengevaluasi Fasilitas Pembebasan PPN



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA.  Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022, sebagai lanjutan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

PP tersebut mengatur tentang pajak pertambahan nilai (PPN) dibebaskan dan PPN atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang tidak dipungut atas impor dan penyerahan barang kena pajak tertentu atau pemanfaatan jasa kena pajak tertentu dari luar daerah pabean.

Dalam PP tersebut, pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan dapat mengevaluasi fasilitas pembebasan dan tidak dipungut PPN.


Baca Juga: Kondisi Geopolitik Jadi Pertimbangan Kemenkeu Berikan Insentif Pajak pada 2023

Artinya, fasilitas tersebut sifatnya bisa sementara atau selamanya dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.

"Pembebasan dari pengenaan PPN atau PPN tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara," demikian bunyi Pasal 30 ayat (2) dalam PP tersebut, dikutip Senin (19/12).

Berdasarkan hasil evaluasi, impor dan/atau penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak (JKP) dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dapat dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan, evaluasi tersebut tentu dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian.

Baca Juga: Kapan Pajak Natura Berlaku? Ini Penjelasan Kemenkeu

Oleh karena itu, evaluasi mengenai fasilitas pajak tersebut akan dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.

Ia bilang, pemberian fasilitas pajak harus mempertimbangkan beberapa parameter makro ekonomi, seperti inflasi dan juga pertumbuhan ekonomi. Apabila kondisi perekonomian kian membaik, pemerintah bisa saja menghentikan fasilitas pajak tersebut secara bertahap.

"Kita melihat dampaknya terhadap penerimaan negara, kalau ekonomi sektor itu ngak jalan, dia ngak bisa kerja, dia ngak bisa bayar pajak, negara ngak dapat duit. Jadi, ketika dia sudah collapse karena resesi ekonomi ya kita bantu agar dia tetap bisa jualan, tetap punya penghasilan. Kalau dia untung, dia bayar pajak, negara bisa gunakan uang ini untuk membangun, untuk bayar subsidi ke yang lain," kata Neil dalam Ngobrol Santai Ditjen Pajak bersama Media di Jakarta, Jumat (16/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli