JAKARTA. Minat pengusaha menukarkan valuta asing (valas) hasil ekspor ke rupiah masih minim. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, rata-rata devisa hasil ekspor (DHE) yang dikonversi ke rupiah sejak 2012 hingga September 2015 hanya 11% per tahun, selebihnya hanya melaporkan saja ke BI lalu disimpan di bank di luar negeri dalam bentuk valuta asing (valas). Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa nilai tukar rupiah tertekan.
“Eksportir harus patuh karena kebijakan penggunaan rupiah di dalam negeri dasarnya adalah Undang-Undang (UU), ancamannya tidak sederhana,” kata Agus, Senin (14/12). Oleh karena itu BI dan pemerintah berupaya menahan DHE agar tersimpan di dalam negeri lebih lama untuk memasok valas. Agus menyatakan, peraturan pemerintah (PP) tentang insentif bagi eksportir akan keluar sebelum akhir tahun ini. Harapannya, insentif pajak ini bisa menarik minat pengusaha menyimpan DHE di dalam negeri. Dalam paket ekonomi jilid II yang keluar September lalu, pemerintah akan memberikan potongan bunga deposito untuk DHE yang diparkir di sistem keuangan nasional. Insentif pajak diberikan bervariasi (lihat tabel). Tak berpengaruh Insentif ini diharapkan menarik DHE lebih banyak ke dalam negeri lebih lama. Sebenarnya data BI menunjukkan tingkat kepatuhan untuk melaporkan DHE cukup tinggi. Dari Januari 2012 sejak berlakunya kewajiban aturan pelaporan DHE hingga September 2015 mencapai 96%. Pada periode tersebut penerimaan DHE ke dalam perbankan domestik mencapai sebesar US$ 634,2 miliar dibandingkan nilai Freight on Board (FOB) pada periode yang sama US$ 658,2 miliar. Berdasarkan negara tujuan ekspor, penerimaan DHE terbesar dari Jepang yakni senilai US$ 87,9 miliar, disusul China senilai US$ 69,1 miliar, dan Amerika Serikat US$ 58,2 miliar. Adapun dilihat dari negara pengirim, DHE berasal dari Singapura US$ 168,6 miliar, Jepang US$ 51,5 miliar, dan Amerika Serikat US$ 43,2 miliar. Untuk meningkatkan valas dari DHE, BI telah merevisi Peraturan BI (PBI) No 16/16/PBI 2014 tentang Transaksi Valas terhadap Rupiah Antar-Bank. BI memberikan kelonggaran penjualan valas di pasar forward. Selain itu BI melonggarkan transaksi penjualan valas tanpa jaminan (
non underlying) dari US$ 1 juta per bulan per nasabah jadi US$ 5 juta per bulan per nasabah. Menurut Direktur Eksekutif Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan BI, Wiwiek Sisto Widayat, eksportir yang mengkonversi DHE ke rupiah dari sektor pengolahan. Dia menilai, insentif pajak belum tentu meningkatkan jumlah DHE yang dikonversi ke rupiah.
Sebab konversi ke rupiah akan ramai dilakukan jika ekonomi sedang baik. Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menambahkan, alasan utama eksportir enggan mengkonversi DHE ke rupiah karena volatilitas yang tinggi, sehingga takut merugi. Selain itu valas juga dipakai untuk kebutuhan membeli bahan baku yang umumnya masih impor. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto