Belenggu dan peluang industri otomotif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2018 kembali menjadi pesta pelaku otomotif, salah satu sektor industri yang berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Tengok saja, produksi kendaraan bermotor roda empat meningkat dari 1,17 juta unit pada tahun 2016 menjadi 1,21 juta unit di tahun 2017.

Jumlah itu diperkuat dengan ekspor kendaraan dalam bentuk completely build up (CBU) sebanyak 231.000 unit tahun 2017 ketimbang tahun 2016 yang sekitar 194.000 unit. "Pemerintah menargetkan jumlah produksi di tahun 2020 akan meningkat menjadi 1,5 juta unit," kata Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, dalam pembukaan  ajang IIMS 2018, Kamis (19/4).

Airlangga menambahkan, Indonesia kini menjadi basis produksi kendaraan multipurpose vehicle (MPV), truk dan pikap untuk pasar domestik maupun Asia Tenggara. Sebut saja produk MPV Mitsubishi, Toyota, Suzuki, Wuling, serta Dongfeng Sokon.


Toh, tren di atas kertas, tak semanis realitas. Merujuk pada data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), tahun ini target penjualan domestik 1,1 juta unit, naik tipis 1,9% dibanding periode tahun lalu yang sebanyak 1,07 juta unit. Melemahnya ekonomi dan carut-marut regulasi menyebabkan penjualan mobil lesu darah.

Pada saat bersamaan, ekonomi dunia belum membaik. "Akibatnya, pasar otomotif stagnan dalam beberapa tahun terakhir," kata Mukiat Sutino, Presiden Direktur PT Hyundai Motor Indonesia.

Meski begitu, agen pemegang merek (APM) tetap optimistis. "Walau pasar masih stagnan di kuartal I-2018, kami optimistis mencapai target 180.000 unit di tahun ini," kata Jonfis Fandy, Direktur Marketing & After Sales Service  PT Honda Prospect Motor.

Irwan Kuncoro, Direktur PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia memproyeksikan, penjualan mobil Mitsubishi bisa mencapai 140.000 hingga akhir tahun nanti. "Passenger car 94.000 unit dan kendaraan komersial 46.000 unit," ungkapnya. 

Di sisi lain, pengembangan industri otomotif nasional menghadapi tantangan. Mulai dari ketatnya kompetisi, hingga regulasi dalam negeri yang tak mendukung iklim investasi sektor otomotif.

Ihwal persaingan, kini Indonesia menghadapi sengitnya    kompetisi dari negara produsen mobil di Asia Tenggara,  Thailand dan Vietnam. Mereka semakin agresif dan protektif dalam kebijakan impor mobil dan suku cadang.

Saat harus bersaing, iklim usaha dalam negeri kurang mendukung industri otomotif. Misalnya, bahan baku komponen kendaraan masih yang tergantung impor.

Regulasi pajak juga tak bersahabat. Misalnya, pengenaan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 30% untuk sedan.

Vice President PT Toyota Astra Motor Henry Tanoto menilai, bila  tarif pajak  diubah, akan berdampak positif bagi pasar. "Harga jual bisa turun," klaimnya.

Jodie O’tania, Vice President Corporate Communications BMW Group Indonesia  juga menunggu revisi tarif pajak. "Bila turun membantu bisnis BMW dan berdampak positif bagi konsumen," kata dia. Kini, pemerintah berjanji merevisi peraturan tarif PPnBM mobil sedan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati