Beli jagung importir, Bulog kelebihan kuota jagung



JAKARTA. Kisruh impor jagung memasuki babak baru. Pasca pekan lalu menerima penugasan membeli  jagung milik importir yang sudah terlanjur dipesan sebanyak 445.000 ton, kini impor jagung Bulog dipastikan melebihi volume yang ditetapkan pemerintah sebesar 600.000 ton.

Penyebabnya adalah sebelum menerima penugasan baru ini, Bulog juga telah meneken kontrak untuk membeli jagung asal Argentina dan Brasil sebanyak 260.000 ton. Alhasil pada kuartal I-2016 ini, Bulog akan punya jagung sebanyak 705.000 ton.

Djarot Kusumayakti, Direktur Utama Bulog mengatakan, Bulog bakal kebanjiran stok jagung pada kuartal I-2016 ini. Selain harus menyerap jagung importir,  kontrak impor dengan Argentina dan Brasil tak mungkin dibatalkan. "Jika dibatalkan, ada biaya yang harus dikeluarkan," ujar Djarot, Selasa (2/2).


Terkait kelebihan volume impor ini, Djarot mengaku telah menyampaikan secara lisan kepada Kementerian Perdagangan (Kemdag), namun belum ada keputusan untuk menambah kuota impor dalam penugasan ini atau membatalkan impor dengan konsekuensi biaya pembatalan.

Sementara itu, untuk menyerap jagung milik para importir, Bulog bakal memborongnya sesuai dengan biaya yang dikeluarkan para importir tersebut. Importir itu adalah produsen pakan besar, seperti Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, dan PT Malindo Feedmill Tbk, serta beberapa importir kecil.

Perusahaan pelat merah ini bakal membeli jagung seharga Rp 3.200 per kilogram (kg). Setelah itu, Bulog akan menjualnya ke sejumlah industri pakan ternak dengan harga rata-rata Rp 3.500 per kg jagung curah dan Rp 3.600 per kg untuk jagung karung. 

Harga itu naik dari harga di pelabuhan karena Bulog harus mengeluarkan biaya transportasi, sewa gudang, dan pengemasan. Meski begitu, Djarot memastikan harga jual jagung impor ini lebih murah ketimbang harga jagung lokal di pasar yang saat ini berkisar Rp 6.500–Rp 7.000 per kg. 

Asal tahu saja, harga jagung dunia di bursa Chicago Board of Trade pada pertengahan November 2015 untuk pengiriman Desember 2015 dan Januari 2016 relatif stabil di kisaran US$ 3,8 per busel (25,4 kg) atau sekitar Rp 2.020 per kg dengan kurs Rp 13.500 per dollar AS. Itu belum termasuk pengiriman dan transportasi ke pabrik.

Sudirman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) mengatakan, seharusnya Kementerian Pertanian (Kemtan) sadar bahwa saat ini sudah masuk pasar bebas, sehingga setiap kebijakan tidak mengurangi daya saing industri. "Dengan kebijakan sekarang, daya saing kita jatuh sekali," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan