Beli Rio Tinto itu salah



Pemerintah berencana mengambilalih hak partisipasi atau participating interest Rio Tinto sebesar 40% di proyek Grasberg sebagai bagian dalam divestasi saham PT Freeport Indonesia. Menurut saya, strategi ini salah langkah dan tidak ada pijakan hukumnya, yakni mengklaim sebagai bagian divestasi.

Rio Tinto bukan pemegang saham Freeport Indonesia. Rio Tinto hanya melakukan kerjasama operasi dengan Freeport Indonesia. Jadi Rio Tinto tidak ada hubungannya dengan divestasi saham. Ketika pemerintah telah menggenggam saham Freeport Indonesia, saya yakin komitmen kerjasama dengan perusahaan ini tetap akan berjalan.

Meski Rio Tinto memberi beri harga  bagus  untuk pemerintah, menurut saya lebih baik target pertama pemerintah adalah mengambilalih saham Freeport Indonesia itu sendiri bukan Rio Tinto. Pemerintah nanti hanya tinggal melanjutkan komitmen kerjasama.


Saya sebenarnya mempertanyakan langkah pemerintah mengambil saham Rio Tinto untuk apa? Seharusnya yang dibeli adalah saham Freeport Indonesia. Mestinya pemerintah harus seefektif mungkin menyiapkan dana untuk membeli sisa divestasi Freeport Indonesia. Jangan sampai sudah menguasai saham Rio Tinto tetapi malah tidak mampu membeli 41,64% saham Freeport Indonesia. Ini konyol. Jadi fokusnya harus Freeport Indonesia.

Saya tegaskan membeli participating interest Rio Tinto tidak akan membatalkan divestasi saham Freeport Indonesia. Kalau sudah menguasai Rio Tinto belum tentu menguasai Freeport Indonesia.

Apalagi Rio Tinto hanya ada di proyek Grasberg. Kalau proyek Grasberg sudah habis saya tidak tahu perjanjian dengan Freeport Indonesia seperti apa. Tapi kalau  proyek selesai, perjanjian dengan Rio Tinto juga habis. Kerjasama Rio Tinto dengan Freeport hanya sampai tahun 2021.

Strategi pemerintah salah apalagi kalau saham pemerintah hanya kurang dari separuh. Saya tidak tahu strategi pemerintah. Seharusnya pemerintah tak perlu lihat Rio Tinto.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi