Bella Kartika Aprilia, pelopor bisnis batik khas Belitong



KONTAN.CO.ID - Meski memiliki gelar apoteker, Bella Kartika Aprilia lebih memilih jadi pengusaha. Padahal, tidak ada setitik pun darah bisnis yang mengalir dari orangtuanya.

Toh, akhirnya perempuan kelahiran 19 April 1989 ini sukses membangun usaha. Bella adalah pemilik Sepiak Belitong, galeri batik dan kaus khas Belitung.

Kini saban bulan, dia bisa mengantongi omzet Rp 300 jutaan dari bisnis yang bergulir sejak 2010 itu.


Dengan usaha yang sudah menyandang predikat comanditaire venootschap (CV), jumlah pegawainya kini ada sekitar 20-an orang termasuk yang bekerja di bagian produksi. “Untuk produksi, kami juga kerjasama dengan kelompok perajin batik,” ungkap Bella.

Saat merintis bisnis batik pada 2010, Bella masih berstatus mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Yogyakarta. Ketika itu, ia sudah menyelesaikan seluruh studi juga skripsi dan tinggal menunggu wisuda saja.

Hanya, ada keinginan untuk mengambil Program Pendidikan Profesi Apoteker.  “Saya tanya ke orangtua, bisa enggak saya lanjut ke profesi, apakah punya dana untuk itu. Kata mereka, ada dananya karena sudah disiapkan,” cerita dia.

Bukannya memakai dana itu untuk biaya pendidikan profesi kelak, Bella malah ingin menggunakannya sebagai modal usaha. “Saya langsung bilang, boleh enggak uangnya saya pinjam dulu, mau saya pakai buat usaha,” ujarnya, yang sebelumnya juga sudah membangun usaha bersama beberapa teman satu kampus.

Orangtuanya setuju dan memberikan pinjaman sebesar Rp 10 juta. Namun, ketika itu Bella belum berbisnis batik dan kaus khas Belitung. Uang itu dia gunakan buat membeli batik di Jogja kemudian dijual lagi di tanah kelahirannya.

Untuk itu, ia membuka toko persis di sebelah rumah orangtuanya dan merekrut satu pegawai untuk menjaga. Pengawasan toko sehari-hari dia serahkan kepada orangtua, lantaran dirinya masih harus tinggal di Jogja untuk menempuh pendidikan profesi apoteker di UAD.

Usaha batik Bella pilih lantaran ia melihat peluang. Pertama, Badan Khusus PBB untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) mengukuhkan batik sebagai warisan budaya Indonesia pada 2019. Kedua, mulai 2010, pemerintah mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) menggunakan batik setiap hari Jumat.

Daun simpor

Setelah merampungkan pendidikan profesi apoteker pada 2011, orangtua memintanya pulang ke Belitung. Bella pun menyanggupi permintaan itu dengan satu syarat: boleh melanjutkan usaha batik yang masih bernama Rumah Batik.

Awalnya, orangtua yang dua-duanya berprofesi sebagai PNS menentang, dengan alasan sudah sekolah tinggi-tinggi dan jauh pula tapi tidak bekerja sesuai pendidikan.

Apalagi, di Jogja, Bella sempat bekerja di sebuah perusahaan farmasi di bagian pemasaran. Cuma akhirnya, orangtua setuju ia meneruskan bisnis batik.

Saat itulah, muncul ide untuk membuat batik khas Belitong. Bella pun membikin motif daun simpor yang berasal dari tumbuhan khas Belitung.

Penduduk Belitung biasa menggunakan daun ini untuk alas makan dan pembungkus lontong. “Saya bikin motifnya terus dicetak ke kain dan jadilah kain batik daun simpor,” imbuh dia.

Masih di tahun yang sama, Bella membuka usaha baru yakni penatu. Tapi, bisnisnya bukan mengincar pasar rumahan, melainkan hotel.

Dia punya alasan: saat itu pariwisata Belitung sedang berkembang. Tambah lagi, ia ingin memperkenalkan sekaligus menjual batik khas Belitung buatannya ke hotel-hotel tersebut.

Walau begitu, awalnya enggak mudah buat Bella untuk mendapatkan pelanggan hotel. Order pertama yang datang hanya mencuci lap. Tetapi, dia tak patah semangat dan tetap memberi layanan penuh.

Sebagai apoteker, tentu Bella tahu juga soal bahan-bahan kimia untuk membuat detergen. Dan, waktu praktik kerja lapangan (PKL) di sebuah rumahsakit di Jogja saat kuliah, ia kenal dengan pemasok bahan-bahan pembuat detergen.

Karena itulah, Bella bisa menciptakan detergen kualitas yahud. “Karena saya apoteker, ini jadi keunggulan saya. Akhirnya, saya dapat kepercayaan dari hotel-hotel yang ada di Belitung,” tambahnya, yang awal bisnis ini bergulir, dia jalani seorang diri, mulai mengambil cucian ke hotel, mencuci, menjemur, hingga menyetrika.

Jadi awalnya, justru bisnis laundry yang jadi tulang punggung. Soalnya, untuk usaha batik, awal-awal hanya mengandalkan turis yang datang ke Belitung. Sementara pesanan dari pasar lokal tidak banyak lantaran jumlah penduduk Belitung juta tidak banyak.

Usaha batiknya mulai moncer ketika pada 2013 Bella mendapat permintaan untuk membuat seragam kantor menggunakan batik Belitung. Karena waktu itu, hanya ia satu-satunya yang punya produknya.

“Inilah yang jadi titik awal, kenapa saya bisa seperti sekarang,” kata Pemenang I Wirausaha Muda Mandiri 2018 Bidang Usaha Kreatif Kategori Non-Mahasiswa ini.

Pesanan dalam jumlah besar itu berkat strateginya ikut jadi sponsor Pemilihan Bujang Dayang Belitung 2012 yang digelar Dinas Pariwisata setempat.  Acara ini sama dengan Pemilihan Abang None Jakarta.

Untuk malam final Bujang Dayang Belitung 2012, Bella menyediakan pakaian untuk peragaan busana para finalis.  “Dari situ, semakin banyak orang yang kenal sama batik Belitung saya. Jadi, secara tidak langsung saya sudah mem-branding bahwa batik Belitung ini dari saya,” imbuhnya.

Lalu, di 2013 ada yang tanya-tanya, apakah Bella sanggup membuat seragam kantor. Mendapat pertanyaan itu, ia langsung sigap menjemput bola, dengan menawarkan batiknya ke banyak kantor di Belitung. Akhirnya, dia memperoleh order sebanyak 300 baju.

Keuntungan dari proyek perdana itu sebagian Bella pakai juga untuk membangun toko baru yang lebih luas. Selain punya rumah produksi sendiri, ia juga menjalin kongsi dengan penjahit yang ada di Belitung. “Ada juga yang kami kirim ke luar karena di Belitung penjahit tidak banyak,” ujarnya.

Hak eksklusif

Setelah itu, Bella mulai menciptakan motif-motif baru dengan mengangkat budaya Belitung. Ia pun mengajukan hak eksklusif untuk motif-motif batik ciptaannya biar tidak diklaim orang lain. “Yang mendorong suami saya,” ucap Bella, yang menikah pada 2013 lalu.

Mulanya, Bella ingin mematenkan dengan merek dagang Rumah Batik. Tapi ternyata, yang menggunakan nama itu sangat banyak. Akhirnya, dia memakai nama Sepiak Belitong. Sepiak berarti sebagian.

Secara filosofis, orang Belitung mengartikan sepiak: berbagi. “Jadi, saya ingin usaha ini juga bisa untuk berbagi. Ketika suatu saat kami maju dan sebagainya, kami selalu ingat untuk berbagi,” jelas Bella.

Sampai sekarang, dia sudah mematenkan 11 motif batik. Yang mendesain adalah suami atau kakaknya. Sebab, keduanya punya latar belakang desain grafis.

“Saya lebih ke inspirasinya, mereka yang lalu mewujudkan jadi gambar. Setiap tahun saya selalu memunculkan motif baru,” jelasnya.

Seiring perkembangan pariwisata Belitung yang sangat pesat, Bella pun mengubah konsep usahanya menjadi pusat oleh-oleh. Kebetulan sebelum menikah, sang suami punya usaha kaus. Jadi, ia menggabungkannya menjadi galeri batik dan kaus Belitung.

Lantaran konsepnya pusat oleh-oleh, Bella menambah produk dengan membuat syal, pouch, tote bag, tas, dompet, kalung, magnet kulkas. Tak ketinggalan, dia menjajakan kuliner khas Belitung. “Kami kerjasama dengan UKM di Belitung yang memproduksi makanan oleh-oleh,” ucapnya.

Untuk mempermudah orang mendapatkan produknya, Bella membuka toko di tengah Kota Pangkalpinang serta gerai di empat hotel di Belitung dan di Bandara Depati Amir. Selain itu, ia punya gerai di Gedung SMESCO UKM, Jakarta.

Tapi, mengembangkan usaha ini bukan tanpa tantangan. Tantangan utamanya, Bella mengungkapkan, adalah sumber daya manusia (SDM).

Mendidik mereka menjadi karyawan yang mumpuni tidak mudah. Banyak pegawai muda yang tidak serius bekerja.

Mereka lebih banyak main HP dan izin. Lalu, sudah capek-capek melatih jadi karyawan yang cakap, kemudian dibajak oleh hotel.

Ke depan, Bella punya keinginan membuat produk batik Belitung untuk pakaian sehari-hari, ready to wear. Sedang mimpi besarnya, Sepiak Belitong bisa menasional, bukan cuma ada di Belitung. “Ekspansi ke luar,” harapnya.

Semoga terwujud, ya.         

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan