Belum bayar biaya pencatatan, BTEL disuspensi



JAKARTA. Masa depan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) semakin buram. Manajemen tak kunjung menggelar aksi korporasi, harga sahamnya pun anteng di level Rp 50 per saham dan tak kunjung bangkit.

Pada awal Juli ini, otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) menjatuhkan suspensi atas saham BTEL. Melalui keterbukaan pada 3 Juli 2017, BEI resmi menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham BTEL. Ini lantaran BTEL belum membayar biaya pencatatan tahunan atau annual listing fee (ALF) berikut dendanya.

BEI menyatakan, batas akhir bagi emiten untuk membayar kewajibannya adalah pada 30 Juni 2017. Namun, BTEL belum memenuhi kewajiban tersebut. Akhirnya, mulai sesi pertama perdagangan pada 3 Juli lalu, BEI menjatuhkan suspensi atas saham BTEL di pasar reguler dan pasar tunai.


Sejatinya, BTEL pernah melontarkan rencana aksi untuk memulihkan kondisi keuangannya. Emiten kelompok usaha Bakrie ini berniat menjajal bisnis mobile virtual network operator (MVNO). Dengan konsep ini, BTEL tak perlu membangun atau memiliki jaringan telekomunikasi sendiri, tapi bisa bekerja sama dengan pemilik jaringan lainnya.Namun tak ada kabar lagi terkait dengan rencana itu.

Hingga kemarin (25/7), manajemen BTEL belum menjawab konfirmasi KONTAN.

Analis First Asia Capital David Sutyanto menilai, dengan kondisi saham BTEL saat ini, pihak yang paling dirugikan adalah investor publik. Selain itu, investor tak bisa berbuat banyak lantaran bisnis BTEL macet.

Setelah suspensi disematkan pada BTEL, investor kesulitan menjual sahamnya di pasar reguler dan tunai. Investor harus bertransaksi di pasar negosiasi.

Menurut David, otoritas BEI punya hak untuk melakukan delisting paksa atas saham BTEL. "Tapi harus diberi kesempatan terlebih dulu, seperti halnya MDRN (PT Modern International Tbk)," ungkap dia.

Atas kasus ini, David menyarankan investor cermat memilih saham. Sebaiknya hindari saham yang sudah mencatatkan kerugian, apalagi sampai bertahun-tahun. Di kuartal III-2016, BTEL menderita kerugian Rp 751 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini