Belum dibayar, Sandipala somasi Konsorsium PNRI



JAKARTA. Proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP banyak dirundung masalah. Sebelumnya proyek ini diwarnai adanya putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebutkan adanya persekongkolan dalam tender e-KTP.

Kali ini persoalannya adalah PT Sandipala Arthaputra, anggota konsorsium pemenang tender mengaku belum menerima bayaran dari Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Sandipala yang merupakan salah satu peserta konsorsium pun mengajukan somasi terhadap PNRI yang menjadi salah satu pemenang tender.

Sandipala merupakan perusahaan bergerak di bidang smart card dan security printing. Dalam somasinya, mereka memberikan batas waktu tujuh hari kepada konsorsium PNRI untuk membayar. "Jika tidak ada pembayaran kami akan mengambil langkah hukum," kata Kuasa Hukum Sandipala F. Rifki kepada KONTAN, Selasa (2/4).


Ia mengancam Sandipala akan menggugat konsorsium PNRI ke pengadilan. "Kami akan melayangkan gugatan perdata wanprestasi," ujarnya. Rifki menjelaskan kliennya telah memenuhi kewajiban proyek e-KTP. Yakni menyelesaikan pengadaan blangko kartu e-KTP dan menangani personalisasi serta pengiriman e-KTP. Namun, sesudah pekerjaan itu diselesaikan sejak Desember 2012, konsorsium PNRI tidak kunjung memenuhi kewajibannya. Padahal, konsorsium PNRI sendiri sudah menerima pembayaran dari Kementrian Dalam Negeri (Kemdagri).

Sengketa internal Tampaknya ujung persoalan ini harus mentok juga di persidangan. Pasalnya, melalui Kuasa Hukum Konsorsium PNRI, Jimmy Simanjuntak menyatakan tidak gentar dengan somasi yang diajukan Sandipala. Jimmy mengatakan konsorsium PNRI sudah siap dengan gugatan dari Sandipala. "Tidak apa-apa kalau Sandipala bakal menggugat, kami siap menghadapi," ujarnya. Jimmy menegaskan konsorsium PNRI bersedia membayar tagihan Sandipala sebesar Rp 10 miliar. Namun PNRI belum membayar karena ada sengketa internal di Sandipala.

Sengketa internal Sandipala terjadi antara pemilik perusahaan itu Paulus Tannos dengan pemegang 40% saham lainnya yakni Vecky Alex Lumantauw. "Sengketa itu masuk ranah pidana," katanya. Nah, dalam sengketa internal Sandipala ini ada sudah ada yang melapor ke polisi. Makanya Jimmy mengatakan dalam urusan membayar tagihan ini, kliennya memang memutuskan berhati-hati.

Ia memberikan contoh sebelumnya, konsorsium PNRI juga pernah membayar tagihan bulan Agustus tahun 2012 sesuai permintaan Sandipala ke rekening BCA. Tetapi setelah permintaan itu dipenuhi, ternyata kubu Vecky menyatakan keberatan dan melakukan pelaporan pidana ke polisi. "Konsorsium jadi ikut terseret sengketa," tegasnya.

Selain Sandipala, Konsorsium PNRI ini terdiri dari Perum PNRI,  PT Sucofindo, PT Len Industri dan  PT Quadra Solution. PNRI akan membayar tagihan apabila sudah ada payung hukum siapa yang mewakili Sandipala. "Pasti kami membayar," ujarnya.

Buntut dari permasalahan ini, akhirnya Sandipala juga memutuskan untuk menghentikan sementara pekerjaan proyek e-KTP. Akibatnya proyek pemerintah untuk mencetak 172 juta eKTP dengan target pertengahan tahun ini pasti bakal molor lagi. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemdagri, Reydonnyzar Moenek, belum bisa memberikan tanggapan soal konflik ini. "Akan konfirmasi dulu kepada direktorat terkait," ujarnya (2/4).   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dadan M. Ramdan