Belum Dilibatkan dalam Pengelolaan Air Minum di IKN, Begini Tanggapan Perpamsi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi), Lalu Ahmad Zaini, mengakui bahwa pihaknya belum dilibatkan dalam proyek pengelolaan air bersih, khususnya air minum di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).

"Belum ada proyek dari IKN, tapi dari konsep pemerintah sudah ada. Karena mereka adalah otorita baru, jadi semua infrastruktur termasuk layanan dasar dipikirkan oleh pihak otorita," ungkap Zaini saat dihubungi Kontan, Selasa (25/06).

Seperti diketahui, IKN memiliki Badan Otorita yang mengatur seluruh infrastrukturnya, termasuk pengelolaan air. 


Baca Juga: Menteri PUPR Tingkatkan Air Bersih dan Sanitasi Layak Bagi Masyarakat

"Apakah bekerja sama dengan siapa-siapa, ini kan hak otorita, tapi yang pasti mereka sudah ada perencanaan terhadap penyediaan air bersihnya," tambahnya. 

Meski begitu, Zaini mengakui bahwa Indonesia masih sangat tertinggal dalam urusan pengelolaan air bersih untuk air minum perpipaan. Hingga kini, pencapaian air minum perpipaan di Indonesia masih berada di angka 20 persen.

"Dominan memang di perkotaan (air minum perpipaan) dibandingkan pedesaan. Saat ini pencapaiannya masih di angka 20%, berdasarkan data di Perpamsi juga tidak ada pergerakan signifikan, paling naik hanya 2-3 persen," ungkapnya.

Sebagai informasi, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menargetkan pada tahun 2030 cakupan air minum perpipaan harus mencapai 30 persen.

"Tetapi jika kita melihat dalam jangka 2045 Indonesia maju, artinya seluruh penduduk harus terlayani. Kami sebenarnya berharap ada kepedulian yang lebih besar dari pemerintah, karena sudah 78 tahun merdeka, cakupan air minum pipa di Indonesia adalah yang paling rendah di Asia Tenggara," jelasnya.

Baca Juga: PUPR bidik investor asing masuk di proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

Terkait hal ini, Zaini mengatakan Perpamsi berharap adanya keberpihakan lebih besar dari pemerintahan selanjutnya di sektor pengelolaan air minum.

"Bentuk keberpihakannya, kami usulkan pertama adalah adanya Kementerian Air dan Sanitasi. Karena seluruh infrastruktur pelayanan dasar memiliki undang-undang, sedangkan di air minum dan sanitasi ini tidak ada undang-undangnya, sehingga posisi kami lemah di Kementerian," katanya.

"Kedua, kami melihat bahwa di beberapa negara di Asia sudah ada kementerian khusus yang mengurus ini. Ketiga, harus ada badan regulator yang bisa mengelola kebijakan air minum," tambahnya.

Dalam rangka menangani urusan air minum perpipaan, ternyata membutuhkan anggaran sebesar Rp 50 triliun per tahun.

"Dananya sekitar Rp50 triliun. Karena menaikkan 2%-3% saja butuh Rp20 triliun," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .