KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti masih minimnya kemitraan antara UMKM dengan korporasi besar. Ketua KPPU M Fanshurullah Asa mengatakan, UMKM memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Karena dengan jumlahnya yang mencapai 64,2 juta, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61% produk domestik bruto Indonesia dengan nilai Rp 8.573,89 triliun. UMKM juga mampu menyerap 97% total angkatan kerja dan menarik hingga 60% total investasi di Indonesia. Untuk itu penting bagi Pemerintah untuk mengembangkan daya saing UMKM di pasar domestik dan global melalui kemitraan.
KPPU mencatat, pengelolaan kemitraan UMKM berada di berbagai Kementerian/Lembaga dan pemerintah provinsi, sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Pengelolaan tersebut lebih diarahkan pada peningkatan jumlah UMKM yang bermitra, khususnya akses pada modal maupun pasar. “Saat ini, dari target 11% UMKM telah menjalin kemitraan pada tahun 2024, baru terealisasi 7%. Artinya dibutuhkan strategi bagi akselerasi dan peningkatan sinergi antar Kementerian/Lembaga untuk mencapai target tersebut,” ujar Fanshurullah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/2). Baca Juga:
KemenKopUKM - KPPU Dorong Peningkatan Kemitraan UMKM dan Usaha Besar KPPU menilai bahwa salah satu cara untuk meningkatkan daya saing UMKM di pasar domestik dan global adalah menggunakan akses ke teknologi. Dari target 50% (atau 32,1 juta) dari UMKM Indonesia telah go-digital pada tahun 2024, telah terpenuhi sekitar 24,8 juta UMKM yang go-digital. Tahun ini diproyeksikan mencapai 30 juta UMKM. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini, semakin meningkat kebutuhan UMKM untuk dilindungi di pasar digital tersebut. Untuk itu menurut Ketua KPPU, dibutuhkan suatu regulasi atau peraturan perundang-undangan yang mampu melindungi UMKM dalam memasarkan produknya di pasar digital. “Regulasi ini dibutuhkan dalam mencegah praktik monopoli, penyalahgunaan data, maupun penyalahgunaan posisi dominan oleh pemilik platform. Berbagai negara telah mengadopsi hal tersebut, seperti Eropa, Korea Selatan, dan Thailand. Indonesia patut memiliki peraturan serupa dalam melindungi UMKM kita dalam bersaing dalam pasar digital,” jelas Fanshurullah. Perlindungan UMKM di pasar digital juga sangat penting jika dilihat pada sisi perlindungan data, karena produk UMKM rentan untuk ditiru. Terlebih baru 11% UMKM Indonesia hingga tahun 2023 yang telah mendaftarkan produk-produk hasil kekayaan intelektual ciptaannya. Oleh karenanya, Ketua KPPU mendorong Menteri Koperasi dan UKM agar regulasi atau peraturan perundang-undangan untuk melindungi UMKM di pasar digital patut di segera kan. “Peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang atau pada tahap awal, peraturan Menteri untuk melindungi pelaku UMKM di pasar digital patut di segera kan,” tegas Ketua KPPU. Strategi kedua, diperlukannya pendataan atas kemitraan sebagai bagian dari integrasi sistem perizinan berusaha. Saat ini baru ada sekitar 5,8% UMKM yang memiliki nomor induk berusaha. Kondisi ini akan mempersulit pengawasan atas kemitraan, terlebih karena tidak ada pencatatan atau pendataan atas kemitraan yang dilakukan UMKM.
Baca Juga: Jelang Ramadan, KPPU Soroti Pembatasan Pembelian Beras dan Gula Untuk itu, KPPU berpendapat bahwa, selain melakukan integrasi sistem perizinan berusaha bagi UMKM, Pemerintah juga perlu melakukan pendataan atas kemitraan sebagai bagian dari integrasi sistem perizinan berusaha tersebut agar pengawasan kemitraan berjalan lebih efektif. Ketua KPPU juga menggarisbawahi bahwa selama lima tahun terakhir, baru 55 persoalan kemitraan ditangani oleh KPPU, sebagian besar berkaitan dengan kemitraan inti plasma. Masih banyak potensi pelanggaran kemitraan yang mungkin terjadi. Dengan sumber daya KPPU yang terbatas, dibutuhkan upaya yang lebih tegas bagi pelanggaran kemitraan agar tercipta efek jera bagi pelaku usaha yang melanggar.
Namun besaran denda yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2013 masih sangat rendah, yakni maksimal Rp 5 miliar bagi pelaku usaha menengah atau Rp 10 miliar bagi pelaku usaha besar. Untuk itu sebagai strategi ketiga, KPPU menilai diperlukan adanya revisi peraturan pemerintah atas pasal sanksi tersebut. Sebagai strategi keempat, KPPU berpendapat bahwa, upaya pencegahan melalui edukasi dan pendampingan kepada UMKM atas pelaksanaan kemitraan juga perlu ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan memperkenalkan adanya profesi penyuluh kemitraan, yang akan turun ke lapangan untuk mengedukasi UMKM dalam melaksanakan kemitraannya, baik pada aspek legalitas maupun pendidikan atas prinsip-prinsip kemitraan serta hak dan kewajiban pelaku usaha dalam bermitra. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari