JAKARTA. Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution menilai, pertanian dalam Paket Bali merupakan isu yang teramat penting. Namun, ia menilai lebih penting lagi bagi pemerintah untuk memperbaiki dinamika internal pertanian. Sebagaimana diketahui, isu pertanian yang ada dalam Paket Bali itu bakal dirundingkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi World Trade Organization (KTT WTO) ke-9 pada Desember mendatang bersama isu trade facilitation dan isu negara-negara sangat terbelakang (LDCs). "Apa pun juga, petanian terlalu penting terus terang saja. Kita mengalami dinamika di mana ada kecenderungan defisit kita makin lama makin banyak," ujar Darmin dalam pengantar diskusi panel bertajuk "Peran dan Kepentingan Indonesia dalam WTO", di Jakarta, Selasa (12/11). Di hadapan pejabat Kementerian Perdagangan, mantan Gubernur Bank Indonesia itu bercerita, Indonesia pernah menjadi eksportir sapi pada 1970-an. Begitu juga dengan gula, yang mana Indonesia menjadi negara eksportir terbesar kedua di dunia. Sayangnya, tak bertahan lama kinerja ekpor komoditas pertanian mampu mengakumulasi pertumbuhan ekonomi, Indonesia kian menjadi negara importir, nett importir. Bahkan, lanjut Darmin, untuk memenuhi kebutuhan garam pun Indonesia juga bergantung terhadap impor. "Tentu ini (pertanian) penting di WTO. Tapi di luar itu, sebetulnya bagaimana kita menjawab dinamika yang kita ciptakan sendiri. Jangan gara-gara dinamika itu, pertumbuhannya yang disalahkan," kata Darmin. "Jadi kalau enggak pandai menari, jangan lantainya yang disalahkan," tambah Darmin. (Estu Suryowati/kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Benahi dinamika internal pertanian, baru bertumbuh
JAKARTA. Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution menilai, pertanian dalam Paket Bali merupakan isu yang teramat penting. Namun, ia menilai lebih penting lagi bagi pemerintah untuk memperbaiki dinamika internal pertanian. Sebagaimana diketahui, isu pertanian yang ada dalam Paket Bali itu bakal dirundingkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi World Trade Organization (KTT WTO) ke-9 pada Desember mendatang bersama isu trade facilitation dan isu negara-negara sangat terbelakang (LDCs). "Apa pun juga, petanian terlalu penting terus terang saja. Kita mengalami dinamika di mana ada kecenderungan defisit kita makin lama makin banyak," ujar Darmin dalam pengantar diskusi panel bertajuk "Peran dan Kepentingan Indonesia dalam WTO", di Jakarta, Selasa (12/11). Di hadapan pejabat Kementerian Perdagangan, mantan Gubernur Bank Indonesia itu bercerita, Indonesia pernah menjadi eksportir sapi pada 1970-an. Begitu juga dengan gula, yang mana Indonesia menjadi negara eksportir terbesar kedua di dunia. Sayangnya, tak bertahan lama kinerja ekpor komoditas pertanian mampu mengakumulasi pertumbuhan ekonomi, Indonesia kian menjadi negara importir, nett importir. Bahkan, lanjut Darmin, untuk memenuhi kebutuhan garam pun Indonesia juga bergantung terhadap impor. "Tentu ini (pertanian) penting di WTO. Tapi di luar itu, sebetulnya bagaimana kita menjawab dinamika yang kita ciptakan sendiri. Jangan gara-gara dinamika itu, pertumbuhannya yang disalahkan," kata Darmin. "Jadi kalau enggak pandai menari, jangan lantainya yang disalahkan," tambah Darmin. (Estu Suryowati/kompas.com)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News