Benarkah AS Terancam Gagal Bayar Utang?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang Amerika Serikat (AS) menggunung dan butuh utang baru nan jumbo untuk mengatasinya. Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen memperingatkan kegagalan Kongres AS untuk menaikkan plafon utang pemerintah akan berdampak terhadap gagal bayar utang AS.

Yellen mengingatkan default akan memicu malapetaka ekonomi.

Tercatat, Utang AS mencapai US$ 31 triliun pada Oktober 2022, sedangkan per 31 Maret 2023 bertambah menjadi US$ 31,45 triliun.


Terkait hal itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat, ancaman default dari pemerintah AS sebenarnya cukup beralasan. Sebab, terjadi peningkatan pengeluaran pemerintah seiring dengan peningkatan pengeluaran bunga akibat kebijakan suku bunga tinggi.

"Meskipun demikian, dengan kondisi perekonomian yang masih belum stabil akibat krisis Silicon Valley Bank (SVB), pemerintah AS diperkirakan masih menaikkan pagu utang," ucap dia kepada Kontan.co.id, Kamis (27/4).

Baca Juga: Isu AS Gagal Bayar Utang, Ekonom BSI: Tak Berdampak Signifikan ke Indonesia

Josua menganggap pernyataan Yellen mungkin merupakan bentuk kekhawatiran apabila utang pemerintah terus meningkat menjadi tidak terkendali.

Dia berpendapat pemerintah AS mungkin dapat menahan laju pertumbuhan utangnya melalui pemotongan belanja pemerintah. Ditambah dengan kondisi tingkat pengangguran yang cukup rendah, pemerintah AS seharusnya punya cukup ruang untuk melakukan kebijakan tersebut.

Adapun dampak kebijakan tersebut, yakni adanya kenaikan yield US Treasury (UST) yang secara tidak langsung turut mengangkat yield IDR bond di Indonesia.

"Alhasil, dampaknya lebih kepada potensi foreign outflow di pasar obligasi selama sentimen tersebut berada di pasar keuangan global. Adapun jumlah utang dan beban bunga pemerintah tidak terdampak, kecuali jika sentimen tersebut berlangsung cukup panjang," kata Josua.

Baca Juga: Menkeu AS: Default AS akan Menghasilkan Bencana Ekonomi dan Keuangan

Editor: Khomarul Hidayat