JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali memastikan kondisi kredit properti di Indonesia dalam keadaan aman. Bank sentral memastikan, potensi pengelembungan alias bubble masih jauh dari kondisi properti di Indonesia walaupun terjadi kenaikan kredit untuk apartemen. Hasil analisa BI tersebut diperoleh setelah merujuk penyaluran kredit untuk properti di perbankan yang sudah masih ikut ketentuan aturan uang muka, untuk kredit kepemilikan apartemen minimal 30% dari harga flat atau apartemen. "Kami (BI) mencatat, rata-rata tidak menonjol pinjaman bank untuk apartemen, artinya tidak melonjak atau bubble," ucap Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, kepada KONTAN, kemarin malam. Ia memaparkan, pertumbuhan secara
year on year (yoy) KPA memang tinggi tetapi pangsa terhadap total KPR masih kecil yakni hanya 4,2%.
Berdasarkan data BI per Desember 2012, pertumbuhan kredit flat atau apartemen lari kencang yakni mencapai 84% atau menjadi Rp 10,27 triliun dibandingkan periode yang sama Rp 5,57 triliun. Pertumbuhan signifikan karena nilai kreditnya masih kecil dengan
market share hanya 0,37% terhadap total kredit perbankan sebesar Rp 2.725,67 triliun. "Melihat data itu, jelas menunjukkan bahwa kenaikan KPA bukan bubble, tetapi karena adanya kenaikan permintaan riil terutama dari kalangan menengah yang sedang naik cukup tinggi pendapatannya antara lain pengaruh kenaikan UMP diduga akan menaikkan KPA tipe kecil ini," tambah Halim. Sementara pertumbuhan kredit untuk pemilikan ruko atau rukan naik 31% menjadi Rp 19,98 triliun dibandingkan posisi sebelumnya Rp 15,20 triliun. Adapun nilai market share sektor ini hanya 0,73% terhadap kredit. Sedangkan, pertumbuhan kredit untuk rumah tinggal atau KPR sebesar 19%, pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dua sektor tersebut. Akhir tahun lalu, realisasi KPR mencapai Rp 211,47 triliun atau naik Rp 34,81 triliun dibandingkan periode yang sama sebelumnya, senilai Rp 176,65 triliun. Meskipun pertumbuhan lebih rendah, nilai kreditnya lebih tinggi dengan pangsa pasar 7,75% terhadap kredit. Informasi saja, KPR termasuk lima sektor terbesar menerima kredit, setelah perdagangan, industri pengolahan dan kredit pemilikan peralatan rumah tangga. Asisten Gubernur BI, Mulya Siregar, menuturkan, sejak ketentuan
loan to value sebesar 70% dan uang muka atau
down payment 30% keluar pada pertengahan 2012 lalu, pertumbuhan kredit untuk apartemen ikut turun. "Walaupun dua bulan terakhir di tahun 2012 sedikit naik, tapi secara keseluruhan bubble pada sektor ini belum signifikan," ucap Mulya. Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA), Henry Koenaifi mengatakan, permintaan apartemen cukup bagus dan prospek pasar masih tinggi, namun pihaknya fokus membiayai kredit rumah dibandingkan apartemen.
Pada Januari 2013, bank yang terafiliasi oleh Grup Djarum ini mencatat realisasi kredit rumah sebesar Rp 42 triliun (unaudited). Sedangkan, market share kredit apartemen hanya 2% atau sekitar Rp 840 miliar. "Pertumbuhan kredit apartemen tidak tinggi jika dibandingkan KPR," ucap Henry. Saat ini, perseroan lebih selektif membiayai kredit properti seperti KPR, kredit apartemen atau kredit ruko, khususnya pembiayaan untuk properti baru dibandingkan bekas. Sependapat, Direktur Konsumer Bank Tabungan Negara (BTN), Mansyur Nasution mengatakan, pembiayaan BTN untuk apartemen dan kondiminium relatif kecil yakni, 2% atau sekitar Rp 1,27 triliun dari total kredit Rp 63,56 triliun. "Kami terus meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit, termasuk penyaluran kredit untuk apartemen dan kondominium," ucapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri