JAKARTA. Bencana alam yang tengah melanda sejumlah wilayah pada awal tahun 2014 diyakini tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan pemerintah. Kendati, inflasi pada awal Januari 2014 diprediksi relatif tinggi, namun hal itu tidak terlalu menghawatirkan menganggu pertumbuhan ekonomi karena sejumlah langkah antisipasi telah dilakukan pemerintah. Hal itu dikatakan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, Senin (27/1). "Pemerintah sudah melakukan antisipasi dengan memastikan distruksi barang-barang kebutuhan pokok tetap lancar. Selain itu karakteristik bencana juga realtif terisolir di titik-titik tertentu sehingga potensi risikonya dapat dimitigasi secara sistematis," ujarnya. Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia ini menjelaskan bahwa pemerintah telah memiliki pengalaman dalam menangani bencana selama 10 tahun terakhir. Kendati demikian, proses pembangunan dan daya dorong pertumbuhan ekonomi terus menguat, dan berkembang. "Kesigapan dan daya lenting dalam penanggulangan bencana merupakan kunci utama dalam mengatasi persoalan bencana di Indonesia," tuturnya. Firmanzah menguraikan, sejak tahun 2004 hingga saat ini, sejumlah bencana terus terjadi. Ia mengambil conoth pada 2004 terjadi bencana tsunami di Aceh dan Nias yang menimbulkan kerusakan dan kerugian mencapai Rp 41,4 triliun berdasarkan catatan dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB). Lalu pada tahun 2006, gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menelan kerugian berkisar Rp 29 triliun. Pada 2007, banjir di Jakarta kerugian di kisaran Rp 5,18 triliun dan gempa bumi di Bengkulu dengan kerugian Rp 1,8 triliun. Selanjutnya, pada tahun 2008, gempa bumi Sumatera Barat menelan kerugian Rp 20,87 triliun. Pada 2010, terjadi erupsi Merapi yang menelan kerugian materil sebesar Rp 3,56 triliun, banjir bandang Wasior dengan kerugian Rp 281 miliar.
Bencana tak pengaruhi pertumbuhan ekonomi
JAKARTA. Bencana alam yang tengah melanda sejumlah wilayah pada awal tahun 2014 diyakini tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan pemerintah. Kendati, inflasi pada awal Januari 2014 diprediksi relatif tinggi, namun hal itu tidak terlalu menghawatirkan menganggu pertumbuhan ekonomi karena sejumlah langkah antisipasi telah dilakukan pemerintah. Hal itu dikatakan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, Senin (27/1). "Pemerintah sudah melakukan antisipasi dengan memastikan distruksi barang-barang kebutuhan pokok tetap lancar. Selain itu karakteristik bencana juga realtif terisolir di titik-titik tertentu sehingga potensi risikonya dapat dimitigasi secara sistematis," ujarnya. Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia ini menjelaskan bahwa pemerintah telah memiliki pengalaman dalam menangani bencana selama 10 tahun terakhir. Kendati demikian, proses pembangunan dan daya dorong pertumbuhan ekonomi terus menguat, dan berkembang. "Kesigapan dan daya lenting dalam penanggulangan bencana merupakan kunci utama dalam mengatasi persoalan bencana di Indonesia," tuturnya. Firmanzah menguraikan, sejak tahun 2004 hingga saat ini, sejumlah bencana terus terjadi. Ia mengambil conoth pada 2004 terjadi bencana tsunami di Aceh dan Nias yang menimbulkan kerusakan dan kerugian mencapai Rp 41,4 triliun berdasarkan catatan dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB). Lalu pada tahun 2006, gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menelan kerugian berkisar Rp 29 triliun. Pada 2007, banjir di Jakarta kerugian di kisaran Rp 5,18 triliun dan gempa bumi di Bengkulu dengan kerugian Rp 1,8 triliun. Selanjutnya, pada tahun 2008, gempa bumi Sumatera Barat menelan kerugian Rp 20,87 triliun. Pada 2010, terjadi erupsi Merapi yang menelan kerugian materil sebesar Rp 3,56 triliun, banjir bandang Wasior dengan kerugian Rp 281 miliar.