JAKARTA. Pemerintah bertumpu pada hasil penghematan belanja rutin kementerian/lembaga(K/L) untuk mengantisipasi membengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM). Adapun hasil penghematan K/L diperkirakan meraup sekitar Rp 15 triliun sampai Rp 20 triliun Sasaran penghematan itu adalah belanja rutin yang tidak produktif. Contohnya, pengeluaran untuk rapat maupun perjalanan dinas. "Dana itu juga bisa merupakan cadangan yang bisa digunakan untuk kehati-hatian," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di kantornya, Jumat (25/2). Menurut Agus, pemerintah menilai kebijakan pengendalian pemakaian BBM bersubsidi belum bisa memberikan nilai tambah. "Dalam arti tidak efektif dan itu hasil dari kajian," imbuhnya. Penundaan ini tidak hanya setingkat Jakarta melainkan juga seluruh pulau Jawa. Nantinya, Menteri Keuangan akan membahasnya dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta BPH Migas, dan Pertamina. Agus menjelaskan dalam APBN 2011 dialokasikan anggaran subsidi sekitar Rp180 triliun. Alokasi nana subsidi tersebut paling besar untuk BBM dan listrik. Sebagai informasi, pemerintah dan DPR pernah sepakat untuk mengatur pemakaian BBM bersubsidi. Rencananya, kebijakan itu berjalan mulai 1 April nanti. Tapi, DPR meminta pemerintah mengkaji dampak sosial dan ekonomi jika mengendalikan pemakaian BBM bersubsidi. Tampaknya, pemerintah urung menjalankan kebijakan, apalagi Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Kamis (24/2), meminta kebijakan yang dirancang Kementerian ESDM itu ditunda. Ada dua alasan Hatta. Pertama, gejolak harga minyak mentah dunia. Kedua, Kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi belum sepenuhnya siap menjalankan kebijakan itu. Agus menambahkan, kenaikan harga minyak dunia tidak langsung berpengaruh terhadap harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP). Sehingga, belum ada rencana merevisi APBN 2011. Namun demikian pemerintah akan terus mengawasi pergerakan harga minyak.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bengkaknya subsidi BBM bakal ditalangi penghematan belanja rutin pemerintah
JAKARTA. Pemerintah bertumpu pada hasil penghematan belanja rutin kementerian/lembaga(K/L) untuk mengantisipasi membengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM). Adapun hasil penghematan K/L diperkirakan meraup sekitar Rp 15 triliun sampai Rp 20 triliun Sasaran penghematan itu adalah belanja rutin yang tidak produktif. Contohnya, pengeluaran untuk rapat maupun perjalanan dinas. "Dana itu juga bisa merupakan cadangan yang bisa digunakan untuk kehati-hatian," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di kantornya, Jumat (25/2). Menurut Agus, pemerintah menilai kebijakan pengendalian pemakaian BBM bersubsidi belum bisa memberikan nilai tambah. "Dalam arti tidak efektif dan itu hasil dari kajian," imbuhnya. Penundaan ini tidak hanya setingkat Jakarta melainkan juga seluruh pulau Jawa. Nantinya, Menteri Keuangan akan membahasnya dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta BPH Migas, dan Pertamina. Agus menjelaskan dalam APBN 2011 dialokasikan anggaran subsidi sekitar Rp180 triliun. Alokasi nana subsidi tersebut paling besar untuk BBM dan listrik. Sebagai informasi, pemerintah dan DPR pernah sepakat untuk mengatur pemakaian BBM bersubsidi. Rencananya, kebijakan itu berjalan mulai 1 April nanti. Tapi, DPR meminta pemerintah mengkaji dampak sosial dan ekonomi jika mengendalikan pemakaian BBM bersubsidi. Tampaknya, pemerintah urung menjalankan kebijakan, apalagi Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Kamis (24/2), meminta kebijakan yang dirancang Kementerian ESDM itu ditunda. Ada dua alasan Hatta. Pertama, gejolak harga minyak mentah dunia. Kedua, Kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi belum sepenuhnya siap menjalankan kebijakan itu. Agus menambahkan, kenaikan harga minyak dunia tidak langsung berpengaruh terhadap harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP). Sehingga, belum ada rencana merevisi APBN 2011. Namun demikian pemerintah akan terus mengawasi pergerakan harga minyak.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News