Bensin murah dari SPBU Vivo masih jadi polemik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga bensin milik PT Vivo Energy Indonesia dengan brand Revvo 89 berkadar Ron 89 yang dibanderol dengan harga Rp 6.100 per liter masih menjadi polemik. Pasalnya harga yang ditawarkan Vivo ini lebih murah dari bensin premium atau Ron 88 milik PT Pertamina (Persero) yang jelas-jelas spesifikasinya lebih tinggi dari pada itu. Bahkan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepincut atas harga yang ditawarkan Vivo ini. Malahan, Vivo juga akan diberikan penugasan dalam penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga di Wilayah Indonesia Timur. “Kalau dia (Vivo) membuka SPBU disana terus berkomitmen dengan harga disini (Rp 6.100 per liter) pemerintah melihatnya kan mendingan ditugaskan,” terangnya kepada KONTAN, di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (27/10). Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi menimbang murahnya harga bensin Ron 89 yang ditawarkan oleh Vivo bisa jadi komposisi BBM Ron 92 yang diblending dengan Naptha lebih rendah sehingga harga jual jadi lebih murah. Asal tahu saja, spesifikasi Ron 88 maupun Ron 89 memang sudah tidak ada dipasaran. Artinya, jika ingin mendapatkan BBM kedua jenis itu, harus dilakukan blending Ron 92 dengan campuran light naptha. "Tapi harus dibuktikan di lab komposisi blending tersebut untuk membuktikan persentase blending. Bisa jadi komposisi Ron 92 lebih rendah 70%, sehingga harga bensin Ron 89 dijual lebih murah," ungkapnya kepada KONTAN, Jumat (27/10). Selain soal blending, kata Fahmy, bisa jadi harga bensin milik Vivo murah karena Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dibangun Vivo baru sedikit dan belum mencapai pelosok-pelosok daerah. Maka dari itu Vivo belum memiliki komponen-komponen biaya infrasteuktur dan distribusi dalam pembentukan harga.

"Bedanya Pertamina memasukkan komponen biaya infrastruktur dalam pembentukan harga, tapi Vivo tidak memasukkannya. Kalau pun Vivo memasukan juga, pasti lebih kecil ketimbang Pertamina karena SPBU masih sedikit," tandasnya. Maka dari itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Mingas) Kementerian ESDM, Ego Syahrial meminta pembuktian kepada Vivo untuk membuka SPBU di Indonesia Timur. Khususnya di wilayah Tertinggal, Terluar, Terpencil (3T). Seperti misalnya, di Pulau Seram, Pulau Sumbawa, dan Pulau Alor.

“Ya harus berjanji (bangun). Kalau tidak ya kita tutup,“ terangnya. Asal tahu saja, tahun ini Vivo Energy berencana membangun enam sampai tujuh SPBU di daerah Jawa. Selebihnya untuk di luar Pulau Jawa juga sedang disiapkan konstruksinya. Ego bilang, ia meminta bukti untuk tahun ini supaya bisa membangun satu SPBU di wilayah Indonesia Timur. Perihal ketidak sepakatan Pertamina atas adanya SPBU Vivo menjual Ron 89, Ego menjawab, pada pekan depan, Menteri Jonan akan mengumpulkan direksi Pertamina, BPH Migas dan SKK Migas. “Tujuannya satu. Kita kan cuma mikirin bangsa ini. Yang penting harga murah dan terjangkau. Jadi masing-masing punya cara pandang berbeda,“ tandasnya. Pengamat Migas yang juga mantan Direktur Hilir Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, Errie Sudarmo mengatakan bahwa harga bensin milik Vivo lebih murah, karena Vivo memiliki persedian atau stock BBM yang cukup banyak. "Kalau ingin membuktikan nanti ya, jika Vivo ditugaskan ke luar Jawa, apakah bisa menjual dengan harga Rp 6.100. Berapa lama kah stock tersebut bisa bertahan," tandasnya. Ia meminta kepada pemerintah supaya bisa dipantau secara random kedua spesifikasi bensin Ron 88 dan Ron 89. Pasalnya, jika tidak, akan ada kecurangan dari kedua perusahaan dalam menjual bensin tersebut. "Kalau diperiksanya hari ini kemungkinan benar spesifikasinya. Tapi nanti-nannti bagaimana?" Tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina