Bensin turun, harga barang tetap naik



JAKARTA. Kabar baik di tengah polemik pemilihan calon Kapolri. Presiden Joko Widodo memastikan akan menurunkan kembali harga bensin dari Rp 7.600 per liter menjadi Rp 6.400-Rp 6.500 per liter. Jika tak ada aral melintang, pemerintah berniat mengumumkan penurunan harga baru premium dan solar, hari ini, Jumat (16/1).

Presiden Jokowi berharap para pengusaha dan distributor barang menurunkan harga seiring penurunan harga BBM. "Ini akan saya kejar agar harga ikut turun," jelas Jokowi, kemarin (15/1).

Menteri Perdagangan Rahmat Gobel menambahkan, pemerintah akan menggelar operasi pasar untuk menurunkan harga barang. Agar efektif, pemerintah menggandeng penegak hukum untuk menindak pedagang nakal. Persoalannya, "ancaman" Jokowi dan Rahmat belum tentu efektif.


Harga berbagai barang kebutuhan pokok sudah telanjur naik terdorong kenaikan harga BBM pada November 2014, dan kini sulit turun lagi. Bahkan harga ayam broiler, gula pasir dan tepung terigu malah terus merangkak naik.

Franky Welirang, direktur di Salim Group, mengatakan bahwa penurunan harga BBM tidak akan langsung membuat pengusaha menurunkan harga barang. Jika barang tersebut dibutuhkan di pasar seperti makanan dan otomotif, menurut Franky, harganya sulit turun kendati bensin turun.

"Jadi tidak dapat ditanya apakah pengusaha akan menurunkan harga barangnya" ujar Franky kepada KONTAN.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jakarta Safruan Sinungan berjanji, jika harga BBM turun lagi, Organda bersedia menyesuaikan tarif angkutan. "Kalau harga premium turun Rp 1.000 per liter, penurunan tarif angkutan bisa Rp 500," katanya. Kok, sedikit?

Dia beralasan, harga BBM hanya memiliki porsi 20% dari seluruh faktor penentu tarif angkutan. Selain BBM, ada juga pengaruh dari suku cadang, biaya operasional, serta investasi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani bilang bila harga BBM turun, pengusaha bakal menyesuaikan. "Kalau mempertahankan harga tinggi, daya saing produknya akan rendah," jelasnya.

Tapi, Haryadi menyatakan, Apindo tak bisa memaksa para anggotanya untuk serta merta menurunkan harga jual produknya. Pasalnya, BBM bukan satu-satunya faktor penentu dalam pembentukan harga jual produk.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati juga menilai sulit menurunkan harga barang yang telanjur naik tinggi. Sebab, struktur pasar di Indonesia sudah mengarah ke monopoli. Alhasil, upaya menurunkan harga barang harus jadi fokus pemerintah. Buat terobosan baru, bukan sekadar menaik-turunkan harga BBM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie