Beradu berkah mengelola dana umat



JAKARTA. Industri manajer investasi (MI) di tanah air bakal kehadiran pendatang baru. Rabu dua pekan lalu, Paytren Asset Management (Paytren), perusahaan lokal teknologi finansial (tekfin) besutan ustadz kondang Yusuf Mansur mengajukan permohonan izin usaha sebagai manajer investasi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
 
Jika kelak beroleh izin, Paytren bukan hanya menambah daftar MI penerbit produk reksadana syariah yang saat ini ada 46 perusahaan, tapi juga mewujudkan upaya OJK yang menggencarkan pembentukan unit atau lembaga keuangan syariah di industri pasar modal. Sesuai rencana, Paytren memang ingin menjadi MI syariah.
 
Sujanto, Direktur Pengelolaan Investasi OJK, menyatakan, pemenuhan izin Paytren akan mengikuti perundang-undangan terkait prinsip syariah di pasar modal dan pembentukan unit pengelolaan produk investasi syariah. 
 
Dalam Pasal 2 dan 27 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 61 /POJK.04/2016 disebutkan, bagi perusahaan yang telah melakukan pengelolaan produk investasi syariah sebelum berlakunya pasal tersebut, wajib membentuk Unit Pengelolaan Investasi Syariah paling lambat satu tahun sejak berlakunya regulasi tersebut.
 
Paytren adalah aplikasi layanan pembayaran milik PT Veritra Sentosa Internasional (Treni). Berdasarkan situs resminya, perusahaan ini didirikan Ustad Yusuf Mansur pada 2013. 
Paytren merupakan aplikasi finansial yang dapat digunakan untuk membayar tagihan dan membeli tiket dengan skema bisnis menggiurkan.
 
Seorang anggota yang ingin bergabung dengan Paytren dapat memilih beberapa paket, seperti paket basic senilai Rp 350.000 atau paket titanium Rp 10,1 juta. Selanjutnya, aplikasi ini menawarkan komisi bagi anggota yang berhasil merekrut anggota baru. Nilai komisinya mulai dari Rp 75.000 per anggota baru dan Rp 25.000 per pasang anggota di bawah nasabah tersebut. Saat ini, Paytren telah memiliki 1,4 juta anggota.
 
Nah, kelak jika sudah mengantongi izin sebagai MI, Paytren dapat menerbitkan produk-produk reksadana dan instrumen investasi untuk ikut berkompetisi di pasar modal.
Bukan tanpa alasan pendatang baru mengincar segmen ini. 
 
Bisnis reksadana syariah di negeri ini memang cukup prospektif. Selama semester I-2017, OJK mencatat jumlah produk reksadana syariah rata-rata tumbuh 1,68% per bulan. Sementara dana kelolaan atau nilai aktiva bersih (NAB) reksadana syariah naik 4,4% dari Rp 18,1 triliun pada Mei 2017 menjadi Rp 18,9 triliun pada Juni 2017. 
 
Untuk Juli ini, OJK berharap jumlah reksadana syariah akan terus meningkat. “Sampai saat ini OJK masih memproses tiga produk reksadana syariah,” kata Sujanto.
 
Paytren terlihat optimistis terhadap langkah bisnis perusahaannya. Yusuf Mansur,  pendiri sekaligus Presiden Direktur PT Veritra Sentosa International, mengatakan, pihaknya serius terjun ke bisnis manajer investasi. Dia berharap, Paytren akan mengajarkan konsumen cara investasi syariah yang benar agar tidak tergelincir dalam investasi bodong. 
“Kami ingin Indonesia  memiliki manajer investasi syariah pertama. Nantinya kami akan berkantor di kawasan SCBD (Sudirman),” kata Yusuf, belum lama ini.
 
Momentum tak tepat
 
Namun, momentum PT Veritra Sentosa Internasional masuk ke industri manajer investasi ini dianggap tidak tepat. Menurut Beben Feri Wibowo, Senior Research Analyst Pasardana, kinerja reksadana syariah secara year to date (ytd) pada tahun ini lebih rendah dibandingkan di tahun 2016 lalu.
 
Menurut Beben, kinerja reksadana syariah pada 2016 lebih diuntungkan ketika kondisi pasar, baik saham maupun pendapatan tetap kinerjanya tidak optimal pada 2015. Jadi, kata dia, pembalikan arah atau akselerasi rebound pada 2016 relatif tinggi ketimbang tahun ini. “Apalagi, ketika Bank Indonesia (BI) berani memangkas suku bunga acuan awal 2016 yang membuktikan kondisi ekonomi nasional dalam kondisi baik,” katanya.
 
Dengan kata lain, papar Beben, kinerja pada 2016 lebih diuntungkan karena momentum dimana ketika itu kondisi pasar saham dan pendapatan tetap cenderung tertekan di tahun 2015. Tahun ini, seiring dengan kondisi fundamental yang baik,  maka prospek reksadana syariah dalam kondisi yang netral. 
 
Pada 2017, sektor keuangan khususnya perbankan menjadi  penyokong terbesar kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG). Namun, sektor itu tidak dapat dijadikan sebagai underlying asset dalam portofolio reksadana berbasis syariah lantaran mengandung unsur riba. 
 
Dampaknya, kinerja reksadana syariah, terutama saham, tidak terdongkrak signifikan. “Rata-rata kinerja reksadana saham konvensional secara ytd per 26 Juli 2017 sebesar 4,44% di atas syariah yang hanya 1,65%,” imbuh dia.
 
Meski begitu, Beben menyambut baik hadirnya Paytren di bisnis manajemen investasi berbasis produk syariah. Harapannya, jumlah produk dan dana kelolaan reksadana syariah juga berpotensi meningkat.  Cuma, ia mengingatkan manajemen Paytren harus mampu mengelola bisnis sesuai tujuannya. “Tujuan masuk MI harus diimbangi risk profile investor, selain faktor melihat momentum pasar,” ujar Beben.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan