Beragam kedok praktik investasi bodong (1)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. TINDAK kejahatan investasi ilegal semakin meluas. Jumlah korban kian banyak dan nilai kerugiannya terus membesar. Sebelumnya, lembaga koperasi, seperti Koperasi Langit Biru, Koperasi Cipaganti dan Koperasi Pandawa, menjadi kedok yang dipakai para pelaku untuk menyamarkan kejahatannya. Kini aksi tipu-tipu tersebut merasuki biro perjalanan umrah.

Hari-hari ini, tersingkap kasus kejahatan yang melibatkan Hamzah Mamba, Direktur Utama PT Amanah Bersama Ummat (Abu Tours). Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menetapkan Hamzah sebagai tersangka karena tidak memberangkatkan 86.000 jemaah umrah ke Tanah Suci Mekah.

Hamzah dijerat Pasal 45 ayat 1 jo pasal 64 ayat 2 UU Penyelenggaraan Haji subsider pasal 372 dan 378 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 3, 4, 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.


Perputaran uang di kasus Abu Tours mencapai Rp 1,8 triliun. Sebelum ini, sudah lebih dulu terungkap kasus biro umrah seperti First Travel, Solusi Balad Lumampah dan Hannien Tour.

Kejahatan keuangan yang menggunakan kedok biro perjalanan umrah begitu masif. Hal inilah yang mendorong Kementerian Agama (Kemnag) ikut bergabung dalam Satgas Waspada Investasi, sejak pertengahan 2017. Kemnag menjadi satu dari enam lembaga yang baru bergabung dengan Satgas Waspada Investasi. Kini, total anggota Satgas mencapai 13 lembaga/kementerian.

Satgas Waspada Investasi mencatat, sejak 2007 hingga 2017, nilai kerugian akibat kasus investasi bodong diperkirakan mencapai Rp 105,81 triliun. Jumlah ini sebenarnya hanya berasal dari kasus yang telah ditangani penegak hukum.

Sementara itu, beberapa kasus investasi juga tercatat menelan banyak korban dengan nilai kerugian yang tergolong besar. Ambil contoh, kasus investasi bodong yang dilakukan oleh Pandawa Group. Dalam kasus tersebut, jumlah korban mencapai 549.000 dengan total kerugian mencapai Rp 3,8 triliun.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengakui, kasus investasi bodong selalu bermunculan saban tahun. Bertambahnya lembaga yang menjadi anggota Satgas Waspada Investasi merupakan ikhtiar otoritas untuk meredam praktik investasi ilegal. "Kami terus berupaya menutup ruang gerak para pelaku kejahatan di bidang investasi," ungkap dia kepada Kontan.co.id, Kamis (29/3).

Di awal Maret ini, Satgas Waspada Investasi mengumumkan 56 entitas yang diduga melakukan praktik investasi ilegal. Tak bisa dipungkiri, kemajuan teknologi turut menyuburkan praktik investasi bodong.

Financial Expert Universitas Prasetya Mulya Lukas Setia Atmaja menilai, perkembangan zaman membuat praktik investasi bodong kian beragam. "Ternak itik pun bisa dijadikan underlying asset pelaku investasi bodong," kata dia.

Saat ini mayoritas aset dasar pelaku investasi bodong barang tidak terlihat atau tak bisa dimiliki secara fisik. Misalnya, cryptocurrency dan forex. Lukas menilai, aset seperti itu sebenarnya belum tentu dimiliki pelaku investasi bodong. Tapi, iming-iming imbal hasil tinggi bisa menarik perhatian masyarakat.

Di sisi lain, banyak masyarakat yang belum melek investasi. Bahkan, mereka yang paham bahaya investasi bodong, tetap nekad masuk karena tergiur tawaran imbal hasil yang setinggi langit. "Faktanya banyak korban investasi bodong adalah orang-orang yang berpendidikan," ungkap Tongam.

Karakteristik Investasi Bodong

  1. Menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat.
  2. Menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru member get member.
  3. Memanfaatkan tokoh masyarakat/tokoh agama/public figure untuk menarik minat berinvestasi.
  4. Klaim tanpa risiko.
  5. Legalitas tidak jelas:
  • Tidak memiliki izin.
  • Memiliki izin kelembagaan tapi tidak punya izin usaha.
  • Memiliki izin kelembagaan dan izin usaha, namun melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izinnya.
(Bersambung)

Simak kelanjutan artikel ini berjudul Tanpa taji, Satgas Waspada Investasi sebatas memberi aba-aba (2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati