KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang tahun 2021, sejumlah instrumen investasi dinilai masih akan tetap menjanjikan dan memiliki prospek yang bagus. Risza Bambang CFP, Founder OneShildt Financial Planning, menyebut, seseorang mesti memutuskan berapa persen alokasi dana untuk investasi. Secara umum, idealnya alokasi untuk investasi sebanyak 10% dari pendapatan. Namun hal ini kembali bergantung pada kondisi gaya hidup dan kesehatan keuangan masing-masing individu. “Orang yang bisa mengelola gaya hidupnya lebih baik, seharusnya dia bisa investasi lebih dari 10%,” kata Risza ketika dihubungi, Selasa (8/12). Risza mengatakan, jika rasio kemampuan menabung (selisih pendapatan dikurangi pengeluaran) lebih dari 10%, maka seseorang bisa mengalokasikan investasi lebih dari 10%. Bisa berkisar 10% sampai 40%, tergantung rasio kemampuan menabung. “Semakin besar rasionya, harusnya itu suatu keuntungan bagi orang tersebut untuk bisa pensiun lebih cepat,” ucap dia.
Kemudian, ada dua hal yang harus dipertimbangkan sebelum memilih instrumen investasi. Pertama, keuntungan ganda
(capital gap), apakah instrumen instrumen investasi memiliki nilai tambah yang besar. Kedua, apakah instrumen investasi itu bisa menghasilkan pendapatan yang regular. Risza menilai, investasi logam mulia (emas batangan) bisa menjadi opsi instrumen investasi. Selain logam mulia yang merupakan
universal currency, juga merupakan pilihan investasi yang aman. Selama emas batangan lebih sedikit pasokannya daripada permintaannya maka secara rata-rata harganya akan naik terus dalam jangka panjang. Kemudian, opsi lain untuk investasi adalah investasi di saham. Namun, bagi yang ingin berinvestasi saham, Risza mengingatkan agar mempunyai pengetahuan cukup mengenai saham dan mesti jeli dalam memilah-milah saham yang memiliki prospek bagus. “Saham (bisa memiliki) keuntungan ganda. Saham kalau dia
blue chip nilainya meningkat, sementara dia bisa memberikan deviden jadi ada
fixed income,” ujar dia. Selanjutnya, jika seseorang mempunyai dana yang lebih, simpanan dana yang cukup besar, dan mempunyai dana simpanan darurat yang aman, maka Risza menyarankan untuk mulai berinvestasi di bidang properti. Dia menilai, prospek investasi di bidang properti juga memiliki prospek yang baik dan menjanjikan. Meski harga properti saat ini terbilang masih terkoreksi, tetapi pada saat ini dan tahun depan adalah waktu yang tepat untuk memulai investasi di properti. “Walaupun kadang-kadang ada koreksi, tapi dalam jangka panjang properti bisa dijadikan salah satu alternatif untuk likuiditas yang cukup baik,” kata Risza. Meski begitu, Risza tidak menyarankan untuk berinvestasi di valuta asing. Ia menilai investasi ini salah satunya bergantung pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Investasi valas ini dinilai dapat berdampak pada Indonesia. Misalnya, jika nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap rupiah, maka kemungkinan perekonomian Indonesia sedang kurang baik. “Saya tidak rekomendasi kalau valas karena itu mempengaruhi ekonomi Indonesia. Jadi kita kalau investasi tidak boleh egois juga. Kita juga harus melihat apa dampaknya bagi makroekonomi,” ucap Risza. Sementara itu, Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra menilai harga emas akan meningkat jika perekonomian global diliputi kekhawatiran. Sedangkan, jika dalam kondisi yang biasa saja, maka harga emas cenderung
flat (mendatar). Ariston menyebut, naik turun harga emas di tahun depan kemungkinan akan dipengaruhi seberapa lancar dan sukses vaksinasi. Kemudian, apakah perekonomian global masih diliputi tekanan sehingga masih membutuhkan stimulus. Baik stimulus fiskal maupun stimulus moneter. Hal ini yang membantu menahan penurunan harga emas saat ini. “Ini masih belum kelihatan ya apakah vaksin itu akan efektif distribusinya, akan lancar. Kalau itu lancar, skenarionya bagus, kemungkinana emas akan tertekan lebih lanjut. Jadi prospeknya dibandingkan tahun ini agak berkurang,” ujar Ariston ketika dihubungi, Selasa (8/12).
Ariston menilai, investasi emas dalam jangka panjang bisa menjadi salah satu opsi untuk investasi. Menurut dia, secara historikal dalam beberapa tahun kebelakang, ada saja yang bakal membuat harga emas naik dan ini bisa terulang lagi. “Secara historikal, ada saja kejadian krisis yang membuat harga emas naik lagi,” ucap dia. Sementara, untuk investasi valuta asing, Ariston menyebut, menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah juga terkait dengan kondisi perekonomian Indonesia. Ia menilai, pemerintahan Joe Biden kemungkinan akan merilis kebijakan stimulus pemulihan ekonomi di AS. Stimulus tersebut biasanya mendorong pelemahan dolar AS. Artinya, rupiah mungkin bisa menguat. “Kalau kondisi vaksin di Indonesia juga bagus, kondisi pandemi bisa menurun karena vaksin, Rupiah bisa terbantu menguat di tahun 2021. Mungkin bisa di bawah Rp 14.000 per dolar AS. Mungkin bisa sampai Rp 13.500 per dolar AS,” kata Ariston. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati