Berbagai negara mencatat rekor baru kasus corona, permintaan minyak diramal tertekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga minyak yang sempat menguat karena harapan vaksin corona turun lagi di akhir pekan. Selain karena rekor kasus baru di Amerika Serikat (AS) dan berbagai negara lain, harga minyak juga tertekan potensi distribusi vaksin yang akan memakan waktu.

Harry Tchilinguirian, kepala riset komoditas di BNP Paribas mengatakan bahwa faktor vaksin Pfizer memudar dan menciptakan koreksi harga minyak. "Namun, OPEC+ bersiap untuk menyesuaikan produksinya dan kita masih menunggu hasil uji coba vaksin lain yang mungkin lebih mudah didistribusikan karena tidak membutuhkan cold storage," kata dia kepada Reuters

Infeksi baru corona di AS dan secara global berada pada tingkat rekor. Pengetatan pembatasan akan menyebabkan permintaan bahan bakar pulih lebih lambat dari yang diharapkan semula.

Menguat pada pertengahan pekan akibat harapan vaksin corona, harga minyak turun lagi di akhir pekan. Potensi penambahan produksi minyak dari Libya juga turun menekan harga minyak hingga perdagangan kemarin.

Baca Juga: Harga emas Antam hari ini naik Rp 7.000 ke Rp 985.000 per gram, Sabtu (14/11)

Jumat (13/11), harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember 2020 di New York Mercantile Exchange berada di US$ 40,13 per barel, merosot 2,41% dalam sehari. Harga minyak WTI ini masih tercatat melonjak 8,05% dalam sepekan.

Bergerak serupa, harga minyak brent untuk pengiriman Januari 2021 di ICE Futures kemarin turun 1,72% ke US$ 42,78 per barel. Sedangkan dalam sepekan, harga minyak acuan internasional ini melonjak 8,44%.

Produksi minyak Libya telah meningkat menjadi 1,2 juta barel per hari. Produksi tersebut naik dari 1 juta barel per hari yang dilaporkan pada 7 November oleh National Oil Corp.

Tanda-tanda peningkatan produksi di Amerika Serikat (AS) juga menambah sentimen bearish. Rig minyak AS naik 10 menjadi 236 pekan ini, menurut data Baker Hughes. Angka ini tertinggi sejak Mei.

Juga menekan harga, data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak mentah naik 4,3 juta barel pekan lalu. Padahal, para analis memperkirakan persediaan minyak turun 913.000 barel.

Baca Juga: WHO catat lebih dari 628.000 kasus baru virus corona, rekor tertinggi!

Kontrak WTI dan Brent melonjak minggu ini setelah data menunjukkan vaksin Covid-19 eksperimental sedang dikembangkan oleh Pfizer Inc dan BioNTech Jerman 90% efektif. Tapi pada hari Kamis, Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan permintaan minyak global tidak mungkin mendapatkan dorongan yang signifikan dari vaksin hingga tahun 2021.

"Tidak mengherankan jika pasar memangkas kenaikan harga hari ini karena potensi pasokan dan permintaan minyak mentah suram, sementara kasus Covid-19 baru harian di AS membuat rekor baru berturut-turut," kata Bjornar Tonhaugen, kepala pasar minyak di Rystad.

Para analis mengatakan pembatasan yang lebih ketat pada mobilitas untuk menangani kasus virus corona yang meroket membuat OPEC+ mungkin ragu untuk melonggarkan pembatasan produksi seperti yang direncanakan pada Januari.

OPEC+ akan mengadakan Komite Pemantauan Kementerian Bersama pekan depan, yang akan mengindikasikan keputusan pada pertemuan menteri berikutnya pada 1 Desember. Menteri energi Aljazair mengatakan minggu ini bahwa OPEC+ dapat memperpanjang pengurangan produksi hingga 2021 atau memperdalamnya lebih lanjut jika diperlukan.

Baca Juga: Kasus corona di AS terus naik, Wall Street justru menghijau dalam sepekan

Editor: Wahyu T.Rahmawati