Berbahaya ambil risiko di pasar belum proven



Pinjam meminjam uang berbasis aplikasi atau pear to pear (P2P) lending jadi tren baru di tanah air. Pemainnya terus bermunculan. Salah satunya, PT Lunaria Annua Teknologi (KoinWorks) yang kini mampu menyalurkan pinjaman Rp 150 miliar per bulan. Kepada jurnalis KONTAN Putri Werdiningsih, Benedicto Haryono, CEO dan Co-Founder KoinWorks, menuturkan strateginya membangun bisnis ini.

Saya memang ada jiwa entrepreneur yang ingin mencari ide bisnis. Beberapa kali, saya sempat melihat pear to pear (P2P) lending atau aktivitas pinjam meminjam menjadi ide sangat menarik. Kebutuhannya jelas, baik dari peminjam maupun pendana.

Maka dari itu, saya menamakan perusahaan ini KoinWorks. Koin artinya komunitas investasi, dan Works dipilih agar merefleksikan aktivitas utama di bidang pinjaman. Kami ingin semua stakeholder mendapatkan nilai tambah dari produk yang kami tawarkan.


Sebelum akhirnya memulai KoinWorks, kami banyak melakukan riset tentang bagaimana industri P2P. Saya mulai dengan mencari orang untuk bisa masuk, karena saya sendiri bukan dari latar belakang perbankan. Kami banyak melakukan studi ke luar negeri. Misalnya, ke Lending Club dan Prosper dari Amerika Serikat (AS), Funding Circle di Inggris, dan Lufex dari China. Kami melihat bagaimana model bisnis mereka.

Kami memulai riset awal di Januari 2015, dan di Oktober sudah mulai beroperasi penuh. Kemudian KoinWorks resmi diperkenalkan ke publik pada Maret 2016.

Pada tahun ketiga berdiri, perkembangan bisnis kami cukup menggembirakan. Kami memiliki 300.000 pengguna dengan jumlah lender lebih dari 155.000. Tiap bulan rata-rata penyaluran dana sebesar Rp 150 miliar dengan bunga flat 9% per tahun, dan tenor mulai dari 6 bulan hingga 6 tahun. Tahun ini, target kami adalah menyalurkan dana sebesar Rp 2,3 triliun.

Namun, membangun bisnis menjadi sebesar sekarang cukup banyak kendala, mulai dari persepsi pasar. Ayah saya saja sempat bilang, tidak mungkin (bisnis ini) jalan. Kami harus mengedukasi pasar bahwa konsep ini bisa bekerja dan memiliki potensi.

Masyarakat bertanya, KoinWorks siapa? Benar tidak kalau mengajukan pinjaman akan cair? Dari sisi lender atau pemilik dana juga tidak berani berinvestasi. Kalau pun percaya, mereka masih menanyakan, apakah dananya akan kembali atau tidak?

Makanya, kami mengadakan acara untuk mengedukasi pasar. Di awal-awal, edukasi lebih mengarah ke peminjam. Baru pada tahun 2017, kami mulai mengadakan event ke pendana.

Kendala juga datang dari pilihan kami di awal untuk fokus pada kualitas pinjaman dibandingkan pertumbuhan. Sementara, saat itu beberapa platform sejenis yang juga mulai merintis bisnis dan fokus pada pertumbuhan terlihat tumbuh terus. Kami sempat dikritik investor, kenapa tidak seperti mereka?

Bagi kami, konsep sebagai perusahaan finansial harus menganut pendekatan coverage risk. Masuk ke industri yang belum terbukti (proven) di Indonesia, kami juga harus bertanggung jawab terhadap pendana. Kalau terlalu mengambil risiko, sedangkan pasar belum proven, itu bisa berbahaya.

Yang terpenting adalah memberikan nilai tambah bagi stakeholder dan membangun bisnis secara berkelanjutan. Kami tidak selalu menargetkan pertumbuhan 10% setiap tahun. Yang penting, ada pertumbuhan berkelanjutan tanpa mengambil risiko berlebihan.

Sekarang non performing loan (NPL) kami masih di bawah 1%. Namun, yang kami lihat bukan NPL, tetapi imbal hasil untuk lender. Kalau imbal hasil tetap masuk akal, walaupun NPL 3%, itu tidak jadi masalah.

Selektif cari investor

Kami tidak mudah mencari investor karena kami sebenarnya pemilih. Kami menyeleksi investor. Biasanya, kami membangun relasi dengan investor cukup lama, sebelum akhirnya mereka bergabung.

Bank Mandiri misalnya, sebelum masuk ke pendanaan seri A, kami sudah berbicara dengan mereka selama kurang lebih 9 bulan. Begitu juga dengan East Venture. Meski belum menyuntikkan dana, tetapi relasi sudah terjalin karena dulu kami berkantor di gedung yang sama.

Kami tidak terpengaruh pemain lain yang mendapat pendanaan. Kami harus bertahan dan cukup yakin dengan visi awal. Karena itu, kami juga tidak melakukan sesuatu hanya karena tekanan investor. Kami mencari investor yang sejalan. Kalau mereka sudah masuk, tetapi memiliki visi berseberangan, itu justru semakin sulit. Bisnis tidak akan memiliki identitas.

Bagi investor, tekfin secara umum memang sedang seksi. Tapi, apakah investor itu masuk hanya karena fear of missing out (FOMO) atau memang mereka sudah menganalisa industri tersebut? Ini yang tidak kami tahu. Jadi, jangan sembarangan cari investor, karena mencari investor itu seperti menikah.

Saat ini, kami sedang mencoba menerapkan strategi lebih agresif dalam menjaring peminjam. Sejak Januari, pendekatannya langsung ke konsumen baru. Dengan strategi ini, kami bisa menargetkan sisi profil konsumen. Kami melihat rekam jejak dan daya tarik bisnis mereka. Kami cukup fleksibel memberikan pinjaman. Tetapi, mereka biasanya mengambil dari small ke medium size, mulai Rp 10 juta-Rp 200 juta.

Sekarang persaingan antar-pemain sudah terjadi. Kalau dulu masing-masing platform memiliki pasar sendiri, kini mulai terlihat ada kompetisi. Namun, pasar industri keuangan sangat besar. Kuenya masih banyak. Kami masih belum melihat kompetisi terlalu berat.

Benedicto Haryono Chief Executive Officer KoinWorks

Mengurangi tekanan kerja dengan nge-game dan masak   Setiap orang pasti memiliki cara tersendiri untuk melepaskan penat da kejenuhan bekerja. Benedicto Haryono, Chief Executive Officer dan Co Founder KoinWorks pun demikian. "Dulu saya suka basket, tapi lutut sudah enggak kuat. Sekarang, saya paling main PC games," ujarnya.

Ben, begitu ia biasa disapa, memang kerap menghabiskan waktu sepulang kerja dengan bermain PC games. Baginya, selain mengurangi stres, cara ini juga merupakan waktu me time. Ketika semua pekerjaan sudah selesai, tidak ada lagi gangguan untuk menekuni hobinya itu.

Namun, lagi-lagi itu tergantung seberapa banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Kalau sedang beruntung, dalam seminggu, Ben bisa tiga kali bermain PC games. Tetapi kalau sedang sibuk-sbuknya, biasanya dalam sepekan belum tentu bisa meluangkan waktu.

Saat ini, lulusan University of Michigan ini sedang berusaha menyelesaikan game Total War Three Kingdom. Walaupun games keluaran Sega itu tergolong game strategi, tetapi Ben mengaku tidak suka hanya bermain pada genre tertentu. Ganti-ganti mainnya. "Sebelum ini, saya gila main Monster Hunter Walk," bebernya.

Sayangnya, meski banyak pecinta games di KoinWorks, tetapi sebagian besar berbeda aliran dengan Ben. Teman-teman sekantornya lebih menyukai games Mobile Legend. Tetapi, ia justru memilih memainkan PC games. Alasannya, bermain PC games tidak banyak mendapat gangguan dibanding bermain Mobile Legend di gawai.

Hobi nge-game ini tak lantas membuat Ben lupa waktu. Kecuali weekend, ia selalu memasang target, pada pukul 11.00 atau 12.00 malam harus sudah berhenti, karena keesokan harinya masih harus bekerja.

Selain nge-game, Ben juga jago memasak. Ia juga kerap mengisi waktu luang dengan memasak. Beberapa menu masakan, seperti sop buntut, bak kut teh, pasta, dan barbeque sudah dikuasainya. "Masakan saya yang paling berhasil itu beef stew," cetusnya.

Menurut Ben, dulu saat jumlah karyawan KoinWorks belum sebanyak sekarang, mereka kerap mengadakan acara bakar-bakaran. Namun sekarang, kebiasaan sudah tidak mungkin lagi dilakukan, karena jumlah karyawannya sudah mencapai 150 orang.

Meski banyak yang memuji masakannya, Ben mengakui kepiawaiannya mengolah makanan belum seberapa dibandingkan dua rekannya, yakni Chief Marketing Officer KoinWorks Jonathan Bryan dan Chief Technology Officer KoinWorks Timotius Rinaldo. "Saya tidak sehobi mereka. Lagi pula, sekarang saya sudah jarang memasak," ujarnya.♦

Putri Werdiningsih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi