JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) harus bergegas mengejar penerimaan pajak. Sebab, kinerja pemungutan pajak hingga triwulan I sangat jelek. Jika tak segera menjalankan strategi baru, target pajak sebesar Rp 1.295,6 triliun tahun ini bisa gagal tercapai. Catatan Ditjen Pajak, realisasi setoran pajak dari awal tahun hingga 28 Maret 2015 sebesar Rp 170 triliun. Jumlah itu hanya 13% dari target. Penerimaan kali ini juga terendah sejak tahun 2013. Kuartal I 2014, penerimaan pajak hampir mencapai Rp 200 triliun. Sedangkan hasil pungutan pajak triwulan I 2013 mencapai Rp 281,71 triliun. Kondisi saat ini bukan kondisi ideal bila dibandingkan dengan target pajak yang tumbuh 40,63% dari realisasi pajak 2014 sementara sebesar Rp 921,27 triliun.
Namun, samarnya strategi dari Ditjen Pajak dalam mengejar target tahun ini menjadi soal. Apalagi, beberapa kebijakan malah urung terlaksana karena mendapat penolakan dari masyarakat. Sebut saja kebijakan pelaporan bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas bunga deposito harus dicabut lantaran dinilai melanggar Undang-Undang Perbankan. Padahal, perhitungan Ditjen Pajak, kebijakan tersebut berpotensi menambah penerimaan pajak hingga sebesar Rp 1,25 triliun. Lalu, penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa layanan jalan tol sebesar 10% juga tertunda dari jadwal 1 April. Meski Ditjen Pajak sudah mengeluarkan aturan yang melandasinya, Namun, beleid itu dibatalkan atas instruksi Presiden Joko Widodo karena waktu pelaksanaannya dinilai kurang tepat. Di luar itu, rancangan kebijakan yang diharapkan mendongkrak penerimaan pajak juga belum terealisasi. Ada 10 rencana revisi kebijakan perpajakan, tapi sejauh ini belum terlihat hasil revisinya. Direktur Jenderal Pajak Kemkeu Sigit Priadi Pramudito bilang, rendahnya realisasi penerimaan pajak pada awal tahun ini masih normal. Hal itu sejalan dengan perkembangan perekonomian yang juga masih lambat. Mulai April, ketika pelaku industri mulai menggenjot produksi untuk persiapan menghadapi lebaran, penerimaan pajak akan semakin tinggi. Hingga akhir tahun, penerimaan negara bakal bertambah banyak karena kebanyakan setoran pajak menumpuk. "Biasanya menumpuk jelang akhir tahun," ujar Sigit, Senin (30/3). Sunset Policy diperluas Namun, pajak juga harus berhitung soal keyakinan itu. Sebab, Kemkeu segera mengeluarkan kebijakan yang mendukung extra effort Ditjen Pajak mengejar penerimaan. Bulan April nanti, Kemkeu akan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) guna melandasi pembebasan sanksi denda 2% bagi wajib pajak yang melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak atau yang dikenal sebagai sunset policy. "Sunset policy akan diperluas," ujar Sigit. Awalnya, sunset policy hanya berlaku atas pembetulan SPT Pajak Penghasilan (PPh) sebelum 1 Januari 2016. "Akan kami perluas tidak hanya PPh, juga untuk PPN," ujar Sigit. Efeknya, kebijakan sunset policy itu akan menghilangkan potensi penerimaan pajak dari denda administrasi. Namun, melalui pembetulan SPT akan terlihat selisih pajak kurang bayar.
Tahun 2008, kebijakan ini mampu mendongkrak penerimaan pajak tumbuh 30% dari tahun sebelumnya. Tahun ini, potensi PPh dari sunset policy minimal Rp 40 triliun. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, Ditjen Pajak harus segera berbenah jika tak ingin target pajak kembali gagal tercapai. Beberapa rencana strategi pajak memang berpotensi mendongkrak penerimaan. Misalnya saja, revisi tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan PPh atas barang mewah untuk properti. Namun, revisi ini harus secepatnya terlaksana agar Ditjen Pajak tak kehilangan momentum. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto