Berburu olahan jagung di Kampung Jagung (1)



BOYOLALI. Melimpahnya bahan baku jagung mendorong sebagian besar warga di Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono,  Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah menekuni usaha pembuatan makanan olahan dari jagung. Terbentuknya sentra makanan olahan jagung ini berawal dari pelatihan yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan PT Pertamina pada 2011 silam.

Dalam pelatihan itu, warga diajari cara membuat berbagai macam produk olahan dari jagung. "Sebelumnya kami hanya petani jagung yang menjual bonggolan jagung," kata Martini, salah seorang produsen makanan olahan jagung.

Selain pelatihan membuat makanan, mereka juga  mendapat bantuan dari Pertamina berupa mesin penggiling jagung, peralatan membuat kue, dan mesin pembuatan pupuk kompos dari jagung. Dengan dukungan fasilitas itu, seiring berjalannya waktu masyarakat di desa ini juga semakin kretif membuat makanan olahan dari jagung.


Lantaran terkenal dengan makanan olahan jagungnya, Desa Ketaon kini mendapat julukan kampung jagung. Martini sendiri mengembangkan aneka makanan berbahan dasar jagung, seperti egg roll, cheese stik jagung, brownise jagung, lidah kucing, dan bolu gulung jagung. 

Selain makanan, ada juga yang memproduksi tepung jagung, seperti dilakukan Marsudi. Ia memilih memproduksi tepung karena permintannya lumayan tinggi. Tepung ini dianggap lebih sehat karena memiliki kadar gula lebih rendah dari tepung biasa.

Menurut Marsudi, petani yang memproduksi tepung jagung ada sekitar 22 orang. Sementara yang memproduksi makanan olahan jagung sekitar 36 orang. Mereka terbagi dalam beberapa kelompok usaha.

Marsudi mematok harga jual tepung jagung di pasar tradisional dengan harga Rp 25.000 per kilogram (kg). Sementara makanan olahan jagung dihargai mulai Rp 25.000-35.000 per bungkus atau per porsi.

Marsudi mengakui, banyak mendapat manfaat ekonomis setelah mengolah jagung menjadi tepung. Samal halnya dengan Martini, awalnya ia hanya menjual bonggol jagung dengan harga rendah.

Sayangnya, Marsudi enggan menyebut omzet yang diterimanya dari usaha ini. Menurutnya, omzet sangat tidak menentu karena tergantung pesanan. "Jadi saya produksi sesuai pesanan saja," katanya.

Sementara Martini mengaku, bisa mengantongi omzet sekitar Rp 1,5 juta per bulan. Namun, omzetnya bisa naik berkali-kali lipat saat menjelang Lebaran. Saat itu, pesanan kue meningkat pesat. "Saat lebaran omzet bisa mencapai Rp 5 jutaan," ujarnya.

Desa Ketaon sendiri memang terkenal sebagai penghasil jagung. Saat KONTAN menyambangi daerah ini, di kiri kanan jalan banyak ditemui tanaman jagung.

Di desa dengan 286 kepala keluarga ini terdapat puluhan hektare lahan jagung produktif. Selama ada usaha makanan olahan jagung, seluruh petani di desa ini menjual hasil panennya dalam bentuk mentah ke para tengkulak. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan